Bahasa adalah Produk Kebudayaan

TEGAL, smpantura – Siapa yang tidak mengenal kekhasan dialek Tegal? Bagi banyak orang dialek Tegal dikenal sebagai bahasa “ngapak” akan tetapi tidak menurut Yono Daryono, salah seorang tokoh sastra dan teater di Tegal.

Secara etimologi tidak ditemukan istilah “ngapak” dalam bahasa Tegal. Barangkali ini adalah bentuk stereotipe dari masyarakat terkait bahasa Tegal. Prasangka yang tidak tepat dan dominasi budaya yang menjadikan citra bahasa Tegal, terlanjur dikenal masyarakat sebagai bahasa candaan dengan konteks “olok-olok”.

Sebagai bentuk “perlawanan” Yono banyak melakukan kegiatan dalam bahasa Tegal seperti Kongres Bahasa Tegal, upacara Peringatan Hari Jadi Kota Tegal dengan bahasa Tegal yang kemudian rutin dilakukan setiap Hari Jadi Kota Tegal, dan membuat puisi dengan bahasa Tegal.

Yono Daryono juga aktif menulis kolom bahasa Tegal di Suara Merdeka.

“Suara Merdeka merupakan koran di mana saya mulai menulis artikel tentang kesenian baik sastra, teater maupun artikel karangan khas, itu sekitar tahun 1980. Kemudian saya ditawari untuk menulis kolom dalam bahasa Tegal yang dimuat secara rutin tiap dua minggu sekali di kolom Warung Poci: Pantura Suara Merdeka sejak tahun 2014,” kata Yono.

BACA JUGA :  Kesehatan Mental Mahasiswa, Keluarga Menjadi Peran Penting Sebagai Tempat Bersandar

Kumpulan tulisan tersebut kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 2017 “Aja Kadiran” oleh PHB Press, tahun 2020 “Lokdon” oleh PT. Sukses Berkah Inspiratif, dan tahun 2021 “Gazebo” oleh Dewan Kesenian Kota Tegal.

Dalam bidang kesenian Yono Daryono telah meraih beberapa prestasi antara lain, petilan naskah drama Ronggeng-Ronggeng masuk dalam antologi Horison Sastra Indonesia (2002). Nominator pemeran utama pria terbaik Festival Sinetron tahun 1995 lewat judul Jejak Sang Guru, karya Imam Tantowi.

Pemenang penulisan naskah drama se-Jateng dalam judul Raja muda Anom (1988). Penghargaan Pakarti Seni dari Wali Kota Tegal (2008). Sutradara Terbaik tingkat nasional dalam Parade Teater Daerah (2019).

“Melestarikan bahasa Tegal sama halnya melestarikan budaya Tegal. Sebab, bahasa adalah produk kebudayaan,” ujar penulis buku Kardinah: Sebuah Biografi Pejuang Kemanusiaan (1881-1971) tersebut. (T03-Red)

Scroll to top
error: