TEGAL, smpantura – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tegal, terus memperluas cakupan pendataan penduduk di Kota Bahari. Itu dibuktikan dengan penandatanganan MoU bersama sejumlah lembaha sosial di Ruang Rapat Setda Lantai 2, Balai Kota Tegal, Selasa (22/11).
Hadir dalam kegiatan tersebut, Perencana Ahli Madya Direktorat Pendaftaran Penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri, Ahmad Ridwan, Kepala Disdukcapil Kota Tegal, Basuki, perwakilan lembaga sosial serta relawan administrasi dan kependudukan (Adminduk).
Dijelaskan Basuki, penandatanganan tersebut dilakukan bersama sejumlah lembaga sosial seperti pondok pesantren (Ponpes), Panti Asuhan Aisyiyah, Panti Pelayanan Sosial Anak Suko Mulyo dan Yayasan Tri Dharma Tegal.
“Kita melakukan kesepakatan kerja sama untuk menyisir pendataan dokumen kependudukan bagi warga yang ada lembaga tersebut. Termasuk juga para penyandang disabilitas dan warga masyarakat yang menghuni di beberapa wilayah, seperti di Pulo Kodok dan Kampung Tiram,” terangnya.
Baca Juga

Setelah melakukan penyisiran, sambung Basuki, pihaknya kemudian memfasilitasi para warga untuk memproses kepengurusan adminduk. Dengan begitu, nantinya tidak ada lagi warga yang tidak memiliki Nomor Identitas Kependudukan (NIK) untuk pelayanan publik.
Dalam kesempatan itu, Perencana Ahli Madya Direktorat Pendaftaran Penduduk Ditjen Dukcapil Kemendagri, Ahmad Ridwan mengapresiasi gagasan yang dilakukan Disdukcapil Kota Tegal, dalam penyisiran pendataan dokumen bagi penduduk rentan.
Menurutnya, hal tersebut selaras dengan Permendagri Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan yang mencakupi lima aspek.
“Aspek yang pertama adalah bagaimana menggantikan adminduk warga yang terkena bencana alam. Seperti misalnya di Kabupaten Cianjur kemarin. Kita tentu mengutamakan keselamatan dan kesehatan. Setelah satu minggu atau lebih, baru kita bergerak membantu untuk menggantikan dokumen kependudukan yang hilang,” terangnya.
Adapun aspek kedua adalah penduduk rentan dengan subjek bencana sosial, seperti misalnya terjadi perang suku atau perang kampung. Sedangkan aspek ketiga yakni orang terlantar dengan subjek masyarakat miskin ekstrem, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), disabilitas, panti jompo dan transgender.
Sedangkan aspek keempat adalah subjek komunitas terpencil, seperti misalnya Suku Anak Dalam, Jambi, Kabupaten Lebak, Banten dan aspek ke lima adalah masyarakat yang tinggal di tanah milik negara, seperti hutan lindung dan tanah sengketa.
“Dari kelima aspek itu, pada intinya mereka harus memiliki dokumen kependudukan untuk membantu dalam pendataan. Khusus di Kota Tegal, kita fokus untuk menyisir disabilitas yang tidak mempunyai dokumen,” tutupnya. (T03-Red)
Baca Juga
