SLAWI, smpantura – Cagar Budaya Makam Dawa dan Kethu Agung Desa Dukuhsalam, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15 Masehi. Makam yang dikeramatkan itu, bersemayam penyebar agama Islam, Syech Abdurrahman dan istinya.
Cagar budaya yang juga disebut Situs Karang Asem dan Situs Iwil -iwil atau disebut Kethu Agung ini, memiliki filosofi dan makna. Menurut Tokoh Pemuda Dukuhsalam, Indra Era Vani, Makam Dawa dimaknai kiasan merupakan istilah bahwa perjuangan untuk menyebarkan agama Islam, pada abad ke-15, memerlukan waktu panjang atau dalam bahasa Jawa disebut Dawa. Pasalnya, di abad tersebut wilayah Tegal dan sekitarnya, banyak penduduk yang memeluk agama Hindu dan Budha.
“Ada juga sejarawan yang menafsirkan Makam Dowo adalah kiasan bahwa orang yang dimakamkan di situ datang dari negeri yang jauh,” ujar Indra.
Sementara itu, cagar budaya tersebut juga disebut Situs Karang Asem, yang artinya lokasi Makam Sawa berada di Dukuh Karang Asem. Dinamai Dukuh Karang Asem juga ada penanda bahwa di lokasi situs, terdapat 2 pohon kepuh yang mengapit 1 pohon asem. Lokasi itu juga ada nisan makam berupa batu andesit tanpa ornamen berbentuk lurus seperti alif. Nisan itu disebut nisan gada.
“Masyarakat meyakinan bahwa Syeh Abdurrahman yang dimakamkan dalam area Makam Dawa ini,” ungkap pemuda tersebut.
Budayawan asal Desa Dukuhsalam, Teguh Puji Harsono atau yang akrab disapa TPH menjelaskan, yang dimakamkan pada makam tersebut bukan hanya pemimpin, tapi juga seorang ulama yang menyebarkan ajaran Islam di Dukuhsalam.
THP membebeberkan nama Syekh Abdurrahman, Syech berasal dari Bahasa Arab yang berarti kepala suku, pemimpin, tetua, atau ahli agama Islam (ulama).