Tegal  

“Tegal, Kota Dagang dan Industri”

Henry Mclain Pont merancang distrik stasiun Kereta Api Tegal sebagai satu kesatuan lingkungan yang utuh. Dia gunakan sumbu arah Timur-Barat dengan dua kutub, Stasiun dan Masjid Agung.

Koridor jalan sumbu ini ditegaskan, dengan lining vegetasi pohon kenari yang berfungsi juga untuk membentuk micro climate kawasan. Gedung birao mengarah pada sumbu jalan Utara-Selatan yang diapit dua hamparan rumput berbentuk kotak, yang juga koridor hijau. Sungguh satu kesatuan landscape heritage yang perlu dijaga sebagai pusaka kota (jika masih ada).

Luas Kota Tegal sebelum pengembangan wilayah tidak seluas sekarang. Margadana dan sebagian Tegal Selatan masih wilayah administrasi Pemkab Tegal.

Dulu Tegal lebih mendekati konsep Compact City, kota yang padat penduduknya, lengkap infrastrukturnya, dan setiap bagian kotanya mudah dicapai dalam sepuluh menit jalan kaki.

Bagian timur kota pada district stasiun kereta api dirancang sebagai company town, kota dalam kota yang juga lengkap infrastrukturnya.

BACA JUGA :  Kota Tegal Bakal Tambah 8 Kelurahan Baru

Tiga puluh tahun setelah pengembangan kota secara spatial diberikan Pemerintah Pusat kepada Kota Tegal, wajah bagian wilayah kota hasil pengembangan tidak terlalu kentara ciri urbanized (menjadi wajah kota).

Perda Tata Ruang Kota Tegal juga “mengunci” Tegal Selatan dan Margadana untuk berkembang, karena pola hirarkis Pusat Kota-Sub Pusat Kota Penunjang Sub Pusat Kota masih dipertahankan. Wajar jika yang terlihat adalah bolak-balik pembangun Jalan Pancasila-Alun alun-Jalan Ahmad Yani.

Berbeda dengan aktor pengembangan Kota Tegal masa kolonial Hindia Belanda yang dimotori sektor swasta dari kegiatan perdagangan, industri, dan maritim, maka kini Pemerintah Kota Tegal adalah aktor utama transformasi wajah kota.

error: