TEGAL, smpantura – Sebanyak 13 ustaz dari Pesantren Modern (PPM) Daarul Arqom, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, mengikuti pengajian Titik Ba di Pesantren Ilmu Eksakta (PI.E), Kabupaten Tegal, Sabtu (8/7).
Kedatangan para ustaz yang dipimpin Direktur Pengasuh Santri, Ismail Muhammad, tidak lain untuk mempelajari Titik Ba, langsung kepada sang penulis Buku ‘Titik Ba’, Ahmad Thoha Faz.
Dalam kesempatan tersebut, mereka diberi pertanyaan pilihan ganda 1+2 = … A. 1+2, B. 2+1, C. 3, D. 5-2.
Pertanyaan itu diajukan sebagai contoh bagaimana menerapkan secara konsisten kaidah fiqhiyyah ‘Al-ashlu Baqa Ma Kana ‘Ala Ma Kana’ ke dalam konteks matematika.
Ini penjelasannya. 1+2 tentu saja sama dengan 1+2. Al-ashlu baqa (kondisi asal tidaklah berubah). Jika berubah dari kondisi asal, yaitu 1+2 sama dengan 3, dalilnya mana? Tunjukkan.
Sebelumnya kaidah fiqhiyyah yang sama dihubungkan dengan temuan yang mungkin terpenting dalam ilmu fisika, yaitu hukum inersia. Dalam bahasa sederhana, menurut Thoha, hukum inersia mengungkap bahwa “tidak apa-apa adalah tidak apa-apa”.
“Saya belum paham. Mohon penjelasan lebih lanjut,” ujar Ismail.
Dengan bantuan whiteboard, Thoha mengambil contoh dari materi fisika kelas 10 SMA. Yaitu kondisi diam (tidak apa-apa) ketika berat benda diimbangi ‘gaya normal’.
Menurut sarjana teknik industri ITB itu, detail-operasional ‘tidak apa-apa adalah tidak apa-apa’ itulah yang memandu peluncuran satelit dan eksplorasi-eksploitasi minyak bumi dari perut bumi Saudi Arabia.
Secara berulang-ulang, dia menyampaikan bahwa masalah umat Islam adalah pada detail-operasional. Menurutnya, umat Islam sudah selesai dengan gagasan besar dan dikaruniai 6.236 ayat al-Qur’an.
“Nah, bagaimana umat Islam terbiasa dengan detail-operasional yang konsisten? Itulah peran logika dan matematika,” tegasnya. (T03-Red)