Slawi  

BPBD Inisiasi Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana

SLAWI, smpantura – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal tahun 2023 ini menginisiasi pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Tegal, Elliya Hidayah menyampaikan, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) daerah, terdiri atas para pemangku kepentingan yang meliputi unsur pemerintah, non pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat, dunia pendidikan dan media massa (unsur pentahelix).

Untuk membantu menyediakan dan memobilisasi pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang diperlukan, mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, ke dalam kebijakan, perencanaan dan program pembangunan.

Forum PRB ini juga, berupaya mewadahi semua kepentingan, terkait pengelolaan kebencanaan di daerah, serta membantu menyelaraskan berbagai kebijakan, perencanaan dan program pembangunan.

“Kami berharap dengan dilaksanakannya tahapan inisiasi pembentukan FPRB Kabupaten Tegal tahun 2023, bisa berguna untuk mensinergian para pihak di Kabupaten Tegal dan pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan bencana serta turut mendorong pengarusutamaan PRB di berbagai sektor dan tingkatan aspek kehidupan masyarakat,” terang Elliya pada sosialisasi inisiasi pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) di Kabupaten Tegal, digelar di Aula BPBD Kabupaten Tegal, Senin (9/10/2023).

Bupati Tegal, Umi Azizah yang hadir pada acara tersebut menyampaikan, paradigma penanggulangan bencana, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana telah bergeser orieantasinya, dari penanganan darurat bencana ke arah pengurangan risiko bencana.

Risiko bencana sendiri merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada sebuah wilayah dan kurun waktu tertentu, baik itu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

“Paradigma penanggulangan bencana yang semula hanya urusan pemerintah telah berubah menjadi urusan bersama. Sehingga ini membutuhkan sinergi dan kolaborasi seluruh elemen pemangku kepentingan yang kita kenal dengan istilah pentahelix, meliputi elemen masyarakat, pemerintah, dunia usaha, akademisi serta media masa/media sosial,” tuturnya.

Umi mengungkapkan, masyarakat menjadi elemen pentahelix yang paling strategis perannya dalam upaya penanggulangan bencana. Karena, selain sebagai pelaku juga sekaligus menjadi korban pada setiap kejadian bencana.
Pada level desa atau kelurahan, eksistensi FPRB Desa atau Kelurahan menjadi indikator kunci keberhasilan desa dan kelurahan tangguh bencana atau Destana.

FPRB ini diperlukan keberadaanya untuk mengampanyekan budaya sadar bencana dan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebagai bagian penting dalam gerak langkah pembangunan masyarakat dari tingkat satuan keluarga, kampung, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, hingga wilayah negara.

“FPRB juga memiliki target bersama untuk memastikan tujuh objek ketangguhan bencana yang meliputi rumah atau hunian, sekolah atau madrasah, rumah sakit atau Puskesmas, pasar, rumah ibadah, kantor, dan prarasana vital yang bisa terkelola dengan baik,”imbuh Umi.

Dalam sosialisasi tersebut, juga dilakukan pembentukan tim formatur FPRB, yang terdiri atas pentahelix. Pembentukan didampingi oleh tenaga ahli Pujiono Center, Indari Siswoyo. (T04-Red)

error: