Budaya  

Tari Kuntulan Strategi Pangeran Diponegoro Kelabuhi Belanda

SLAWI, smpantura – Tari Kuntulan Tegalan adalah salah satu seni tradisional yang ada di Kabupaten Tegal. Tarian ini memadukan unsur seni pencak silat dan diiringi dengan rebana dan shalawat. Jadi gerakan Kuntulan ini merupakan perpaduan antara seni Islami dan Jawa kontemporer. Apabila diperhatikan secara detail, tarian ini menggambarkan prajurit yang sedang berlatih bela diri, untuk mempertahankan diri. Untuk kostumnya sendiri berwarna putih-putih.

 

Kuntulan itu sendiri berasal dari kata Kun-Taw atau Kunthauw atau Kuntao, yang merupakan salah satu jenis seni bela diri dari etnis keturunan China, yang tinggal di Filipina. Kuntulan juga diambil dari kata Kuntul yang berarti adalah jenis burung angsa yang berwarna putih.

 

Oleh karena itu, penari Kuntulan ini minimal ada 10 orang dengan kostum atasan dan celana panjang, sepatu dan kaos kaki yang berwarna putih. Selain itu, ikat pinggang kalung kace, kain dan mote, ubel dalam dan luar berplisir, dan menggunakan kipas. Untuk instrumennya sendiri menggunakan kenthing, kenthung, rebana, kendhang, bedhug, dan tentu saja sang vokalis.

BACA JUGA :  Pria Gagah Berwujud Manusia Ular Penjaga Brebes

 

Tari Kuntulan diperkirakan tumbuh pada masa perang Pangeran Diponegoro tahun 1825-1830 M. Hal ini digunakan untuk mengelabuhi Pemerintah Belanda agar Laskar Pangeran Diponegoro di dalam menyusun kekuatan (Gladi Keprajuritan), tidak tercium oleh Belanda. Maka gerakan-gerakan bela diri tersebut diperhalus dan berirama serta diiringi dengan rebana maupun syair-syair keagamaan.

 

“Sejarahnya banyak versi, tapi menurut Pamong Budaya Pak Wahyu seperti itu,” kata Sekretaris Paguyuban Kuntulan Sangaji Kabupaten Tegal, Dian, Selasa (25/6/2024).

error: