TEGAL, smpantura – Ruang pertunjukan sudah dipenuhi para penonton. Ruang gelap, semua nampak terdiam. Pelan-pelan dari belakang penonton ada sesosok tubuh berjalan pelan, menenteng sebuah tas berwarna gelap.
Perlahan cahaya tipis muncul, tubuh itu berhenti di atas panggung memunggungi penonton, ia sesekali memperhatikan ruang, memperhatikan panggung dan pelan-pelan berjalan menyaksikan sekitar.
Dan cahaya mulai jelas, tidak lagi tipis. Ia meletakkan tas itu di bawah dan tubuhnya ditundukan ke bawah sembari menyentuh kursi berwarna coklat.
“Nama saya Tan Malaka. Saya lahir di surau kecil di sebuah nagari di Minangkabau…,” kata sesosok tubuh itu.
Dengan wajah lelah dengan bahasa tubuh yang serba perlahan dan sesekali wajahnya menatap ke depan seperti mengabarkan sesuatu.
“Sebentar lagi saya entah berada di mana. Dan bila benar kelak ada kehidupan berikutnya setelah kehidupan di alam dunia ini, maka orang pertama yang ingin saya temui adalah ayah dan ibu saya. Saya ingin meminta ampun dan maaf karena saya tak pernah menziarahi kubur mereka,” ujar Tan Malaka.
Penonton disuguhkan dialog-dialog yang kuat oleh sang aktor yang dimainkan oleh Joind Bayuwinanda.
Ini bukan panggung monolog pertama terkait Tan Malaka. Sebelumnya, aktor pernah menjadi Tan Malaka dalam pentas monolog ‘Saya Rusa Berbulu Merah’ tahun 2016 di Bandung.
Supaya lebih masuk akal mendekatkan diri Tan Malaka pada kacamata penonton, Monolog Ular, di Meja Revolusi karya Ahda Imran pun dipentaskan kembali tanggal Februari 2024 di BlackBox Wahyoedin Noersan, Jakarta Barat.
Dan kali dipentaskan bertempat di Aula YPP UPS Tegal, pada 7 Juli 2024 menjadi saksi pertunjukan yang berlangsung selama kurang lebih 45 menit.