BREBES, smpantura – Meski terlihat keriput dimakan usia, tangan kakek ini nampak masih cekatan membelah bambu. Dengan bantuan kacamata yang menempel di wajah uzurnya, ia terus beraktivitas di tengah teriknya matahari.
Wadi (60), membelah puluhan bambu ini untuk diproses menjadi tutus, atau tali bagi bawang merah. Kakek ini sudah puluhan tahun menggeluti usahanya menjadi perajin tutus di Desa Tanjungsari, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Meski di terjang perkembangan zaman yang semakin moderen, tetapi Wadi tetap setia menggeluti usaha yang telah dilakukan turun menurun oleh keluarganya.
Bagi warga Brebes, khususnya para petani bawang merah, nama tutus ini tidak lah asing. Bahkan, saat musim panen bawang merah, mereka wajib memilikinya agar bawang merah bisa dijual ke pasar. Ya, tutus ini merupakan tali yang biasa digunakan untuk mengikat bawang merah saat dijemur, sehingga membentuk pocongan atau gedengan.
Bagi Wadi, menjadi perajin tutus merupakan sumber penghidupan utamanya. Ia telah menggeluti usaha ini sejak tahun 2004. Bermula hanya bermodal Rp 300.000, Wadi memulai usaha pembuatan tutus ini. Modal sebesar itu, ia gunakan untuk membeli alat kerja dan bambu sebagai bahan baku utama tutus ini.
“Saya bisa membuat tutus ini, ya dari warisan keluarga. Sebelum saya, ayah saya juga perajin tutus. Kalau saya mulai menggeluti usaha ini sejak 2004 lalu. Ya sudah ada 20 tahunan,” tuturnya saat ditemui Selasa (20/8/2024).
Wadi bercerita, pada awal usahanya, pembuatan tutus ini semuanya harus dilakukan secara manual. Bahkan, hanya mengandalkan pisau. Namun seiring perkembangan zaman, sekarang sudah muncul alat khusus untuk membuat tutus, sehingga lebih mudah dan cepat produksinya.
“Kalau sekarang sudah ada alat bantu yang bisa mempercepat produksi, kalau dulu semua manual. Saya hanya mengandalkan pisau untuk menyerut bambu agar bisa seperti tali,” ungkapnya.
Di saat usaha lain tergoncang akibat adanya pandemi Covid-19, Wadi menurutkan, usaha tutus yang digeluti sebenarnya tidak terpengaruh. Usahanya ini akan terpengaruh saat sedang tidak musim panen bawang merah. Sebab, tutus ini kebutuhannya membludak saat musim panen.
“Kalau soal pasaran, tutus ini musiman. Kalau pas musim panen bawang, permintaan akan banyak. Nah, pas mus panen ini, produksi kami dinaikan,” terangnya.
Wadi membeberkan, untuk proses pembuatan tutus ini, dari bambu yang sudah dibelah. Selanjutnya disayat tipis. Namun proses ini dilakukan saat kondisi bambu masih basah. Sebab, saat bambu kondisinya kering akan sulit di proses menjadi tutus. Biasanya bambu yang basah ini hanya bisa bertahan satu minggu, dan akan kering. Ketika kering bambu harus direndam air agar basah, dan bisa dibuat tutus.
“Intinya sih, tutus ini dibuat saat bambunya masih basah,” sambungnya.
Selain musim panen, kata Wadi, faktor lain yang mempengaruhi penjualan saat ini adalah adanya persaingan.
“Dulu, hanya saya yang menjual tutus, jadi pembeli cukup ramai. Tapi sekarang sudah banyak yang bikin, petaninya sendiri sekarang juga banyak bikin sendiri sama toko-toko juga mulai banyak menjualnya,” ucapnya.
Tutus buatan Wadi itu, dijual seharga Rp2.000 per ikat. Sedangkan untuk bahan baku bambu dibeli Rp18.000 per batang, dengan ongkos jalan Rp 2.000 per batang. Dari satu bambu ini, Wadi bisa menghasilkan penghasilan sekitar Rp50.000 atau kurang lebih 25 ikatan.
“Alhamdulilah, soal hasil selalu saya syukuri sehingga cukup untuk keluarga,” tuturnya.
Meski saat ini anak-anaknya sudah pandai membuat tutus, lanjut dia, tetapi mereka memilih untuk tidak melanjutkan usahanya dan lebih memilih pekerjaan lain. Namun berbeda dengannya, meski diusia senja, Wadi tetap setia menekuni usahanya untuk mempertahankan tradisi warisan keluarganya.
Selain Wadi, perajin tutus lain di Desa Tanjungsari, yakni Daklan (50) Namun, berbeda dengan Wadi yang menjadikan tutus sebagai usaha utamanya, Daklan membuat dan menjual tutus hanya sebagai sampingan. Sedangkan pekerjaan utamanya adalah sopir.
“Kalau buat saya, jualan tutus tuh buat sampingan saja. Saya lebih sering nyupir, paling bikin tutus pas ada pesanan saya,” katanya. (**)