Tegal  

Komisi 2 DPR RI Bahas Revisi UU Pemilu Usai Reses

TEGAL, smpantura – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung ke pemilihan di DPRD akan dibahas Komisi 2 DPR RI setelah merampungkan masa reses di bulan Januari. Hal ini disampaikan Anggota Komisi 2 DPR RI, Wahyudin Noor Aly, saat melakukan kunjungan kerja spesifik di Kantor KPU Kota Tegal, Senin (23/12/2024).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2024 menimbulkan keprihatinan berbagai pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto. Pasalnya, uang negara yang mencapai triliuan rupiah itu hilang dalam beberapa hari saja.

Padahal, uang tersebut dapat dimanfaatkan lebih spesifik kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Sebab, Wahyudin menilai, ujung dari pelaksaaan pemilu adalah perbaikan kondisi masyarakat.

“Manakala pemilu dengan uang miliaran dan bahkan triliunan tidak membuat kondisi masyarakat semakin baik, berarti pemilu itu gagal. Makanya para pemimpin kita dan juga partai telah mengevaluasi, bagaimana uang negara yang cukup besar dapat dimanfaatkan untuk rakyat, baik melalui pendidikan, infrastruktur maupun lainnya,” ucap Goyud, sapaan akrab Wahyudin.

Goyud menganalogikan biaya yang dibutuhkan untuk pemilihan gubernur Jawa Tengah 2024 sebesar Rp 1,05 triliun, dapat dipangkas menjadi Rp 25 miliar melalui pemilihan tidak langsung dan dipilih oleh sekitar 120 anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Artinya, lanjut Goyud, negara menyisakan anggaran sebesar Rp 1 triliun yang bisa digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat.

“Itu baru setingkat gubernur, belum menyentuh bupati dan wali kota. Mungkin saja untuk setingkat kota kabupaten cukup ratusan juga saja, tidak sampai bermiliar-miliar. Itu pun tergantung dengan jumlah penduduk,” katanya.

BACA JUGA :  Jumlah Kapal Terbakar Bertambah Menjadi 24

Lebih lanjut Goyud mengemukakan, Pilkada serentak yang menghabiskan anggaran Rp 24 triliun akan dilihat hasilnya. Apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka tidak menutup kemungkinan akan kembali ke pemilihan tidak langsung.

“Kita akan evaluasi semuanya, terutama untuk penyelenggaraan. Evaluasi juga akan membahas wacana revisi paket UU Pemilu yang apabila disepakati akan ditindaklanjuti dalam program legislasi nasional (Prolegnas),” tandasnya.

Goyud menambahkan, pelaksanaan pemilu meliputi lima faktor, yakni pemerintah sebagai fasilitator, KPU sebagai penyelenggara, Bawaslu, para calon dan rakyat.

“Pemerintah sebagai fasilitator, apakah sudah baik?. Minimal jika menurut penyelenggara sudah baik, maka sudah terselenggara semua. Tapi problemnya ada di kritik dan masukan ketidaknetralan ASN. Kemudian KPU sebagai penyelenggara, apakah sudah dilaksanakan kewajibannya, artinya tidak melulu soal partisipasi, tetapi hasilnya bagus atau tidak. Lalu Bawaslu, apakah mereka sudah memproses laporan-laporan yang dilakukan masyarakat terkait pelanggaran pemilu,” tegasnya.

“Kemudian para calon, ke depan calon-calon ini tidak lagi berbicara menang atau kalah, tapi juga paham betul ketika mereka menang mengerti kewajibannya, khususnya kepala daerah harus paham tentang distribusi APBD. Lalu yang terakhir ada rakyat. Hal yang paling penting adalah memilih. Karena kalau pemilih itu paham, bahwa memilih itu adalah rahasia, maka sudah selesai. Mereka tidak lagi bergantung dengan uang untuk memilih,” pungkasnya. **

error: