Makam Mbah Martasuta Dukuhringin, Patih Raja Mataram Islam ke-5, Tokoh Pejuang Perangi VOC

SLAWI, smpantura – Makam Mbah Martasuta berada di Desa Dukuhringin, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal. Makam yang berada di pemakaman umum wilayah ini, ternyata makam orang hebat.

Ya, Mbah Martasuta merupakan Patih Mataram Islam ke-5, Raja Amangkurat Amral atau Admiral. Namun, Patih yang hanya menjabat sekitar 6 tahun ini, terpaksa mengundurkan diri, karena Raja Amangkurat II saat itu lebih memilih bersekongkol dengan VOC.

Makam Mbah Martasuta atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan Raden Wirasari ini, berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Tegal. Lokasinya sebelah selatan Alun-alun Hanggawana Slawi yang masih berada di Desa Dukuhringin.

Makam Patih Mataram Islam di tahun 1680 ini, tokoh yang sentral karena salah satu Patih yang berhasil menumpas Trunojoyo. Dikisahkan keturunan ke-7 Mbah Martasuta, Mas Erwin menyebutkan bahwa Mbah Martasuta diangkat menjadi Patih Raja Mataram ke-5, Pangeran Anom atau Amangkurat II di tahun 1680. Pada saat itu, Sunan Amangkurat Agung atau Amangkurat 1 wafat saat pemberontakan Trunojoyo.

Mbah Martasuta merupakan abdi dalem Amangkurat 1 yang setia hingga wafat di makamkan di Tegalarum Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Diangkatlah anaknya Amangkurat I, yakni Pangeran Admiral (Amral). Saat diangkat menjadi Raja Mataram ke-5, Mbah Martasuta dipercaya menjadi Patih Amangkurat II. Pada kepemimpinan Amangkurat II, diakui memanfaatkan VOC untuk menumpas Trunojoyo dan berhasil. Mbah Martasuta berperan penting dalam merebut kembali Kerajaan Mataram dari Trunojoyo.

“Mbah Martasuta berhasil menumpas Trunojoyo. Namun, karena kerjasama dengan VOC berlanjut, maka Mbah Martasuta mundur dari jabatannya, karena beliau menentang VOC,” kata Mas Erwin saat ditemui di kediamannya di Desa Pendawa, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, baru-baru ini.

BACA JUGA :  Sipare Green Park, Menyimpan Sejarah Kelam Kini Disulap Jadi Wisata Alam

Mbah Martasuta mundur dari jabatannya bersama menantunya, Wiranegara atau Suropati. Kendati pada saat itu, pusat pemerintahan Mataram Islam berada di Tegalarum, namun Mbah Martasuta tetap memerangi VOC bersama Tumenggung Martoloyo dan Ki Rangga atau Hanggawana.

Dijelaskan Mas Erwin, Mbah Martasuta merupakan keturunan Kajoran yang memang selalu memerangi VOC dan syiar Agama Islam.

Kegigihan Mbah Martasuta memerangi VOC terus berlanjut hingga Martoloyo diangkat menjadi Bupati Tegal bersama Reksonegoro. Di sisi lain, Mbah Martasuta membaur dengan masyarakat dalam mengembangkan pertanian dan syiar Agama Islam.

Kebesaran nama Mbah Martasuta dijadikan gelar bagi Kepala Desa Dukuhringin pada saat itu, dinamakan gelar Martasuta ke-2 disematkan kepada anaknya, Wangsaprana. Namun, gelar itu berhenti di Martasuta ke-3 yakni Mbah Kuwu atau Mbah Rekso Diwirya.

“Saat ini, makam Mbah Martasuta masih dipelihara dengan baik oleh warga sekitar. Warga secara rutin menggelar tahlilan di makam Mbah Martasuta,” terang Mas Erwin.

Tak hanya itu, warga di luar Desa Dukuhringin juga banyak yang mengunjungi untuk meminta berkahnya. Bahkan, masyarakat Dukuhringin percaya bahwa Mbah Martasuta merupakan pendiri desa tersebut.

“Banyak yang meyakini bahwa Mbah Martasuta kerap memberikan petunjuk jika akan terjadi sesuatu pada wilayah Dukuhringin atau Kabupaten Tegal, bahkan Indonesia,” beber Mas Erwin.

Erwin berharap agar leluhur Mbah Martasuta tetap dilestarikan. Selain Mbah Martasuta berpengaruh terhadap masyarakat Dukuhringin, namun ia menilai juga berpengaruh terhadap pusat pemerintahan Kabupaten Tegal.

Hal itu dikarenakan pusat pemerintahan kabupaten tersebut berada di wilayah Desa Dukuhringin. **

error: