SLAWI, smpantura – Seorang siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tegal dikabarkan dikeluarkan dari sekolah karena tidak mengikuti imbauan sekolah berpakaian sesuai standar sekolah saat mengikuti lomba renang di ajang Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Kabupaten Tegal yang digelar di Water Park Bahari, Kota Tegal September 2024. Padahal siswi tersebut teah berprestasai menjadi juara umum dalam kompetisi tersebut .
Diawali dari unggahan akun X @Priu pada Rabu (18/6) lalu. Orangtua siswi ini menyampaikan keluh kesah yang menimpa anaknya.
“Ikut Popda renang dan jadi juara umum , Siswa MAN 1 Tegal malah dikeluarkan!” tulis @Priu.
Keluh kesah ini disampaikan orang tua siswi dengan menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Kementerian Agama (Kemenag) RI dan Kemenag Jateng.
Dalam surat terbuka, orangtua siswi menulis kronologi lengkap. Pada September 2024, anaknya mengikuti lomba renang pada Popda . Sebelum perlombaan, guru pendamping yang juga sebagai Wakil Kepala Sekolah, mengimbau anaknya untuk memakai baju renang sesuai standar sekolah, dengan baju renang yang lebih tertutup dan berjilbab.
Karena anaknya mengenal betul peserta lain yang menjadi lawannya, yang mana lawannya tersebut merupakan anak klub renang (seperti juga anaknya) yang mempunyai skill bagus, maka anaknya berinisiatif memakai baju renang umum (bukan standar sekolahnya) karena akan sulit baginya untuk mengimbangi kecepatan renang peserta lain jika memakai baju renang yang panjang dan berkerudung, karena akan memperlambat gerakan renang.
Rupanya hal tersebut guru pendamping / Waka Sekolah dan dijadikan kasus di sekolah, sehingga anaknya mendapatkan point pelanggaran yg serius. Orangtua juga dipanggil ke sekolah beberapa kali untuk berkomunikasi dan menunggu hasil rapat atau keputusan dari sekolah.
Penjelasan dan permintaan maaf sudah disampaikan orangtua kepada guru pendamping yang juga Waka sekolah. Selanjutnya, pada tanggal 17 Juni 2025, sekolah memanggil orangtua siswa untuk mendengarkan keputusan sekolah dengan hasil anaknya dikeluarkan dari sekolah.
“Menurut saya ini tidak adil, anak saya bukan kriminal, anak saya tidak melakukan hal buruk lainnya, justru anak saya membawa prestasi dan nama baik sekolah di bidang olahraga, khususnya cabang renang,”tulisnya.
Dengan surat erbuka tersebut, orangtua siswa menginginkan keadilan bagi anaknya, karena hal ini sangat memengaruhi mental anak yang mempunyai cita-cita tinggi.
Surat terbuka mendapat perhatian banyak pihak. HIngga kemarin unggahan surat terbuka sudah diposting ulang sebanyak 2.778 kali dan mencapai 1 juta tayangan .
Menanggapi pemberitaan tersebut, Kepala Kementerian Agama Kabupaten Tegal HM Aqsho menindaklanjuti dengan melakukan mitigasi informasi yang beredar ke sekolah, Jumat (20/6/2025).
Saat ditemui awak media di MAN 1 Tegal, HM Aqsho didampingi Humas Kemenag Kabupaten Tegal Hasan Basri, Humas MAN 1 Tegal Muzayanah dan Waka Kesiswaan Nok Aenul Latifah.
“Kejadian kolam renang dilaksanakan September 2024 atau semester satu, tidak mempengaruhi atau ada kaitannya dengan anak dipindahkan,”sebutnya.
Aqsho menyebutkan, dalam ajang Popda 2024, siswi MAN 1 Tegal yang turut berkompetisi tidak hanya satu orang itu saja. Namun ada satu siswi lagi, yang tetap mengikuti anjuran sekolah terkait pakaian renang.
Menurutnya, aturan tata tertib di sekolah, punishment dan penghargaan oleh sekolah sudah disampaikan sejak awal kepada orangtua. Setiap pelanggaran akan menerima poin. Dimana poin 250 sudah masuk kategori pelanggaran berat.
“Alhamdulillah anak sudah naik kelas XII. Anak masih disini, belum pindah,”tuturnya, Humas MAN 1 Tegal Muzayanah menegaskan, tidak ada siswa MAN 1 Tegal yang dikeluarkan karena melanggar aturan berpakaian.
Hal ini ditegaskan kembali oleh Wakil Kepala Kesiswaan Nok Aenul Latifah yang menyebutkan, tidak ada siswa yang dikeluarkan karena pakaian renang. Informasi seperti itu menurutnya salah.
“Yang benar, setelah proses itu, disini ada tata tertib dari cara berperilaku, cara berpakaian, kegiatan belajar dan mengajar , selain itu ada reward bagi anak-anak berprestasi.
Aenul menyebutkan, setelah kejadian tersebut, siswi telah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi pelanggaran tata tertib. Tapi, pada semester II ada pelanggaran lain, yang kalau dijumlahkan mencapai 385 . Namun, saat ditanya tentang pelanggaran yang dilakukan siswi tersebut, pihaknya tidak bersedia menyebutkan secara rinci.
“Kejadian sebelum asesmen akhir tahun, tapi kami masih memberikan kesempatan pada anak tersebut mengikuti ASAT sampai selesai. Kami punya proses, ada bimbingan, panggil orangtua sampai tiga kali dan home visit,”sebutnya.
Aenul menuturkan, sejumlah proses penilaian telah dilakukan sekolah dan sekolah memutuskan siswi tersebut naik kelas XII.
“Anak ini tetap kami naikkan tapi kami kembalikan ke orangtua. Orangtua sudah dipanggil kembali ke sekolah, tujuannya agar orangtua mempersiapkan diri mencari sekolah baru. Tapi sampai saat ini anak ini masih sekolah disini. Tidak ada pengeluaran,”sebutnya.
Sementara itu, orangtua siswi yang keberatan disebutkan namanya mengatakan, kebijakan sekolah telah menggangggu mental anaknya. Anak yang dulunya ceria menjadi pendiam.
Diceritakan, usai kejadian di kolam renang tersebut, sebagai orangtua, dia langsung memohon maaf kepada Waka Kesiswaan yang saat itu hadir sebagai pendamping cabang olahraga renang.
“Saya mengakui kesalahan saya yang telah mengizinkan anak kami mamakai baju renang tidak sesuai aturan sekolah,”sebutnya.
Saat itu, anaknya menggunakan baju renang sepanjang lutut tanpa lengan. Kendati demikian, sebelum dan setelah lomba, anaknya tetap menggunakan jilbab dan handuk penutup.
Pasca kejadian tersebut, anaknya tidak melanjutan kompetisi. Dari lima nomor yang akan diikuti hanya tiga nomor yang diikuti.
Sebagai orangtua, ia berharap putrinya mendapat keadilan. Ia menilai sekolah telah melakukan diskriminasi kepada anaknya.
“Saya nggak terima sampai dikeluarin. Kesalahan anak-anak lain yang lebih fatal aja banyak. Kenapa nggak dikeluarin,” sebutnya.
Diakui, pada Jumat (20/6) dia mendapat panggilan dari sekolah, tapi karena kesibukan lain belum bisa ke MAN 1 Tegal. Sebagai orangtua, dia tetap berusaha menyemangati anaknya untuk tetap sekolah.
Sementara itu, Sekretaris Umum Federasi Aquatic Indonesia (FAI) Kabupaten Tegal Ahmad Jaelani menyayangkan adanya peristiwan tersebut.
“Kalau karena masalah pakaian sampai dikeluarkan ya sangat disayangkan.Mudah-mudahan bisa dianulir,” sebut Jaelani.
Jaelani yang juga Ketua Harian Klub Renang Dewa Ruci menuturkan, aturan resmi dalam perlombaan renang merujuk pada aturan Federasi Renang Internasional (FINA), termasuk baju renang.
“Selama ini belum ada aturan baju renang yang syar’i,kecuali ada kebijakan panitia , untuk lomba tingkat lokal diperbolehkan pakai baju yang syar’i. Untuk lomba tingkat provinsi, nasional maupun internasional menggunakan baju renang yang sesuai ketentuan FINA,”sebutnya. (**)