SLAWI, smpantura – Siapa yang harus disalahkan dengan kondisi kekerasan terhadap anak dan perempuan. Pasalnya, kasus tersebut terus mengalami peningkatan hingga pertengahan tahun 2025. Tragisnya, penyebabnya karena pinjaman online (pinjol) dan judi online (Judol).
Kemiskinan membuat persoalan kekerasan kerap terjadi dalam keluarga. Kemiskinan tersebut akibat lonjakan pengangguran yang semakin meningkat akhir-akhir ini. Ironisnya, di tengah kesulitan terjerumus terhadap pinjol dan Judol. Bukannya memperingan masalah ekonomi, namun menambah masalah baru lantaran terlilit utang. Kondisi tersebut membuat keluarga menjadi sasaran, baik anak dan perempuan.
“Pengangguran tinggi dibarengi dengan utang akibat pinjol dan Judol. Faktor utama yang menjadi pemicu kakerasan karena ekonomi lemah. Kontrol dalam keluarga yang lemah juga menjadi faktor utama adanya kekerasan anak dan perempuan,” kata Plt. Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Tegal sekaligus Kepala UPTD PPA, Dyah Lies Monowati, baru-baru ini.
Dikatakan, kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terutama terhadap anak. Kekerasan terhadap anak di tahun 2024 tercatat 40 anak. Sementara kekerasan terhadap perempuan dewasa sebanyak 17 kasus.
“Tahun 2025 ini tren laporan kekerasan terhadap perempuan meningkat,” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, hingga Juni 2025, sudah ada 38 kasus yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Sebagian laporan kekerasan terhadap perempuan dewasa.
“Pada 2024 sedikitnya ada tiga kasus kekerasan akibat judol,” ujarnya.
Dijelaskan, di saat suami tidak bekerja, mereka terpaksa mencari utang untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Bahkan, utang itu diperoleh dari pinjaman, baik pinjaman ke orang atau online. Kondisi itu kerap menjadi beban ke istri, sehingga perceraian tidak bisa dihindari. Perceraian muncul konflik hak asuh anak yang juga bisa memicu kekerasan lanjutan.
“Ini pentingnya keterlibatan lingkungan sekitar dan keluarga dalam mencegah kekerasan. Sebagian besar pelaku kekerasan justru berasal dari lingkaran terdekat korban,” katanya.
Ditambahkan, peran serta masyarakat sekitar sangat dibutuhkan. Masyarakat diminta untuk berani melaporkan kepada pihak berwajib. Hal itu dinilai akan mempermudah penanganan dan mencegah kekerasan lebih lanjut.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih peduli dan berani melapor. Keluarga juga harus aktif memantau penggunaan gawai anak,” pungkasnya. (**)