Mbah Watmo, Puluhan Tahun Jadi Relawan Pemungut Sampah di Candi Batur Pemalang

PEMALANG, smpantura – Sore itu, Minggu (6/7/2025), gerimis baru reda setelah mengguyur kawasan obyek wisata Candi Bantur, di Desa Bulakan, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang. Pelataran Candi Batur yang luas masih terlihat basah. Sementara, puluhan pengunjung nampak asyik memberikan makan pada kera liar yang ada Candi Batur ini.

Ya, selain sebagai sebuah situs atau petilasan, Candi Batur ini juga dikenal dengan wisata alam dengan kera liar yang jinak. Apalagi saat musim libur sekolah seperti sekarang, Candi Batur banyak dikunjungi pelancong.

Namun dibalik hiruk pikuk pengunjung Candi Batur memberikan makan kera liar, seorang kakek dengan membawa karung nampak sibuk memunguti sampah di kawasan candi ini. Sosoknya terlihat renta, namun masih sehat dan kekar. Ia dengan rajin memunggut sampah sisa dari pengunjung tempat wisata yang terletak di Kaki Gunung Slamet ini.

Mbah Watmo, nama kakek yang terlihat mengenakan kemeja batik ini. Sambil memunguti sampah, sesekali Mbah Wanto menyapa para pengunjung dengan ramah. Tanpa segan, pria yang sudah berusia 84 tahun, memunguti sampah yang berserakan. Di usianya yang sudah tua, Mbah Watmo terlihat bersemangat menggeluti pekerjaannya ini.

Aktivitas memunguti sampah di Candi Batur ini, ternyata sudah puluhan tahun digeluti Mbah Watmo. Setiap hari kakek asal Desa Beluk, Kecamatan Belik ini, datang ke Candi Batur untuk melakukan aktivitasnya. Ia berangkat pagi sekitar pukul 07.00 WIB, dan baru pulang sekitar pukul 16.00 WIB. Bahkan, saat Candi Batur ramai pengunjung Mbah Watmo baru pulang sekitar pukul 17.00 WIB.

Hebatnya, kakek yang memiliki 4 anak dan 6 cucu ini, ternyata tidak mendapatkan bayaran apapun. Ia secara sukarela memunguti sampah di Candi Batur tersebut.

“Sudah puluhan tahun mas, saya memunguti sampah di Candi Batur ini. Tidak pernah dibayar, saya melakukan ini ikhlas untuk akhirat. Tidak mendapat bayaran sekarang, mudah-mudahan diakhirat nanti saya bisa dapat ganjaran yang baik,” ungkap Mbah Watmo, saat ditemui di Candi Batur, Minggu (6/7/2025).

BACA JUGA :  Almaz Fried Chicken Hadir di Tegal Bawa Cita Rasa Timur Tengah dan Misi Kemanusiaan untuk Palestina

Mbah Watmo mengaku, untuk pekerjaannya ini tidak ada warga yang mau. Apalagi, tidak ada bayarannya. Namun baginya pekerjaan sebagai relawan pemungut sampah di Candi Batur ini menjadi ladang ibadahnya yang sudah berusia tua.

“Ya, kalau dipikir-pikir, tidak ada yang mau mikirin sampah ini. Setiap hari harus tahan kena panas, tahan kena hujan. Tapi, bagi saya yang sudah tua, ini sebagai ladang ibadah, untuk menjaga lingkungan,” tuturnya.

Mbah Watmo menceritakan, dari sampah yang dipungut setiap hari, selanjutnya dikumpulkan. Setelah itu, setiap hari Senin, sampah yang terkumpul itu dibakar. Sebab, sampah-sampah itu tidak boleh dibuang ke sungai, karena bisa mencemari air sungai.

“Seluruh lingkungan di Candi Batur, saya yang memunguti sampahnya. Setelah terkumpul, setiap hari Senin saya membakarnya, karena tidak boleh dibuang ke sungai,” ungkapnya.

Pria kelahiran tahun 1942 itu, sebelum mengabdikan diri menjadi relawan pemungut sampah di Candi Batur, saat muda menjadi perantau di Jakarta. Setelah usia tua, Mbah Watmo pulang kampung dan menjadi relawan pemungut sampah hingga sekarang.

“Saya kelahiran tahun 1942. Dulu, waktu muda merantau ke Jakarta, dan di Jakarta ini saya bertemu istri saya. Dulu, saya pernah ikut memerangi G30S PKI. Setelah tua, saya pulang kampung,” cerita Mbah Watmo.

Meski tidak pernah mendapat bayaran, Mbah Watmo tetap menjalankan aktivitasnya sebagai relawan pemungut sampah di Candi Batur. Terkadang, kakek ini juga mendapat makanan atau rokok dari pengunjung, meski itu tidak diharapkannya.

Di saat Pemalang menghadapi krisis sampah, ternyata masih ada sosok Mbah Watmo yang rela mencurahkan hidupnya untuk memikirkan sampah. Meski tidak pernah mendapat upah dan rela tidak dibayar, semangat Mbah Watmo bisa menjadi pendorong untuk bersama-sama menjaga lingkungan. (**)

error: