SEMARANG, smpantura – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru mengenai penurunan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah. Dari data tersebut, angka kemiskinan tercatat turun sebesar 0,10%, yakni dari 9,58% pada September 2024 menjadi 9,48% pada Maret 2025.
Gubernur Ahmad Luthfi mengatakan, penurunan angka kemiskinan tersebut merupakan hasil kerja tim. Mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota, seluruh dinas, serta stakeholder yang melakukan intervensi secara menyeluruh pada berbagai bidang.
“Saya ucapkan terima kasih. BPS mengeluarkan data, kemiskinan di Jawa Tengah turun mulai dari 9,58% menjadi 9,48%. Kita tidak menjadi provinsi termiskin dan ini merupakan keberhasilan bersama,” kata Ahmad Luthfi di Semarang, Sabtu, 26 Juli 2025.
Meski sudah mengalami penurunan, Luthfi menegaskan kepada seluruh tim untuk tidak berpuas diri. Super team yang dibentuk harus bisa mempertahankan tren positif tersebut. Sebisa mungkin bahkan meningkatkan capaian melalui kerja kolaborasi secara komprehensif.
“Kita harus dukung dan pertahankan, bahkan kita tingkatkan. Minimal satu digit kita mampu untuk Jawa Tengah nanti lebih baik,” katanya.
Luthfi menjelaskan, parameter kemiskinan dan kemiskinan ekstrem telah ditentukan. Intervensi dalam sektor-sektor tersebut akan terus dilakukan. Misalnya, sektor pendidikan. Anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem harus diintervensi, termasuk mereka yang putus sekolah harus disekolahkan.
“Infrastruktur sekolah kita perbaiki. Kalau kewajiban provinsi maka SMA/SMK harus kita bangun/perbaiki,” jelasnya.
Berikutnya terkait rumah tidak layak huni (RTLH) yang di Jawa Tengah mencapai hampir 1.012.113 unit. Intervensi dari Pemprov Jateng telah menganggarkan perbaikan 17.000 unit RTLH pada 2025. Belum lagi bantuan RTLH dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota, CSR Perusahaan, BAZNAS, serta BUMD dan BUMN.
Parameter lain berikutnya tentu terkait kebutuhan pokok masyarakat miskin dan miskin ekstrem. Intervensi yang dilakukan dengan menggandeng instansi terkait seperti Kementerian Sosial untuk memberikan bantuan. Selanjutnya tentang kesehatan maka Speling yang ada akan didorong mendekat kepada kelompok miskin.
“Jadi secara tidak langsung mereka akan kita keroyok bareng-bareng. Dari 11 kabupaten/kota termiskin, kita tunjuk desa termiskin dan programnya kita keroyok seluruh OPD, ormas, dan semua bareng-bareng sehingga mereka mau bersaing dengan desa lain agar tidak miskin kembali,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, rilis data BPS pada Jumat, 25 Juli 2025, menyebutkan, jumlah penduduk miskin Jawa Tengah pada Maret 2025 sebanyak 3,37 juta orang, turun 29,65 ribu orang dibanding September 2024.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2024 sebesar 9,71 persen, turun menjadi 9,10 persen pada Maret 2025. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2024 sebesar 11,34 persen, turun menjadi 9,92 persen pada Maret 2025.
Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2024 sebanyak 1,84 juta orang, turun sebanyak 88,79 ribu orang menjadi 1,75 juta orang pada Maret 2025. Sementara itu, penduduk miskin di perdesaan pada Maret 2024 sebanyak 1,87 juta orang menjadi 1,62 juta orang pada Maret 2025.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengatakan, penurunan ini masih butuh penguatan kolaborasi lintas sektor. Capaian tersebut harus terus ditingkatkan. Ia menekankan pentingnya pembenahan sistem data sebagai fondasi pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran.
“Salah satunya sesuai dengan arahan dari Menteri Sosial yang menyebut ada perubahan dari DTKS menjadi DT-SEN atau Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional. Nah, perubahan-perubahan ini harus kita kawal,” jelas Taj Yasin yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Tengah. (**)