Slawi  

DPRD Kabupaten Tegal Minta Fasilitas TPI Dioptimalkan

SLAWI, smpantura – Kabupaten Tegal memiliki dua Tempat Pelelang Ikan (TPI) yakni TPI Larangan di Kecamatan Kramat dan TPI Suradadi di Kecamatan Suradadi. Sayangnya, dua TPI belum optimal dalam pengelolaannya. Alhasil, pendapatan dari retribusi di dua TPI tersebut, masih rendah.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar, Minggu (27/7). Ia mengatakan, informasi itu diperoleh dari pembahasan prognosis APBD Kabupaten Tegal tahun 2025 bersama Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tegal, beberapa waktu lalu. Hasil pembahasan, yakni fasilitas TPI di Larangan dan Suradadi hanya memenuhi standar dasar antara 63–64 persen. Hal itu dikarenakan kekurangannya sanitasi, pengelolaan limbah cair, kebersihan, dan ketertiban pengguna.

“Prasarana penangkapan ikan laut kurang memadai, seperti kapal dan peralatan hilir yang terbatas, serta tidak adanya industri pengolahan pasca-panennya,” katanya.

Kondisi itu, lanjut dia, hingga semester pertama, pendapatan dinas tersebut baru tercapai 16,34 persen dari target pendapatan Rp 170.572.000 atau baru terealisasi Rp 27.880.480. Rendahnya pendapatan juga dipicu oleh perikanan tangkap yang menggunakan alat tradisional seperti jaring rampus, bundes, dan payang gemplo menunjukkan status rendah dalam aspek ekologi, teknologi, ekonomi, dan kelembagaan.

BACA JUGA :  DPRD Tetapkan Bupati dan Wabup Tegal Terpilih, Siap Kebut Pemerataan Pembangunan Infrastruktur

“Di area pesisir Pantura, fungsi pengawasan dan penegakan hukum lemah sehingga praktik illegal fishing masih menjadi ancaman,” terang politisi PKB itu.

Lebih lanjut dikatakan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tegal juga masih lemah dalam kebijakan dan perencanaan yang tidak terarah. Kebijakan pengembangan perikanan laut selama ini bersifat reaktif dan ad hoc, tanpa arah strategis dan prioritas yang jelas. Selain itu, diversifikasi dan ketergantungan pada budidaya. Produksi perikanan tangkap stagnan dibanding budidaya dengan perbadingan 1.134 ton dengan 2.404 ton di tahun 2021. Nilai ekonomi budidaya jauh lebih besar Rp 134 miliar dan produksi perikanan Rp 11,5 miliar.

“Data dan Informasi statistik belum memadai, dan perlu dikembangkan sistem digitalisasi data sektoral yang andal. Pengawasan juga minim teknologi, sehingga butuh drone atau satelit, dan perkuat peran Pokmaswas dengan patroli kolaboratif,” pungkasnya. (**)

error: