Slawi  

Tim Penerima Hibah DPPM Universitas Bhamada Slawi Tangani Kesehatan Mental Lansia

SLAWI , smpantura – Posko kegiatan Posyandu di Kelurahan Kagok, Kecamatan Slawi terlihat ramai, Jumat (1/8/2025) pagi.

Sekelompok lansia tampak duduk melingkar. Tangan mereka tampak memegang sebuah modul berwarna cerah berisi informasi tentang tanda-tanda gangguan mental, cara penanganannya, dan yang terpenting cara memahami dan menerima.

Pagi itu, para peserta mengikuti kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis, seperti cek tekanan darah, gula darah, pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar perut. Mereka juga mendapat edukasi tentang kesehatan mental dari segi psikologi, farmasi dan keperawatan.

Tim dosen Universitas Bhamada Slawi yang terdiri dari Dr. Musrifah, Anisa Oktiawati, M.Kep., dan apt. Osie Listina, M.Sc., menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis dan edukasi kesehatan mental sebagai bagian dari program hibah Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM).

Kegiatan mengangkat isu yang selama ini seringkali diselimuti stigma negatif dan sunyi dari perbincangan publik. Program ini menjadi angin segar bagi upaya penguatan kesehatan mental di tingkat komunitas, khususnya kalangan lansia.

Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Dr. Musrifah menyampaikan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2023, angka Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat di wilayah ini terus meningkat dan baru setengahnya yang terlayani secara optimal.

Dari 3.602 jiwa dengan gangguan jiwa berat di Kabupaten Tegal, hanya 2.338 yang tercatat mendapat akses layanan kesehatan jiwa.

“Banyak keluarga yang belum memahami bahwa ODGJ bukan aib, bukan kutukan, melainkan kondisi medis yang perlu dirawat, dipahami, dan diberdayakan,” ujar Musripah.

Melihat urgensi tersebut, Musripah dengan bidang keilmuan psikologi klinis bersama dengan apt. Osie Listina, M.Sc. dari bidang ilmu Farmasi Klinis dan Anisa Oktiawati, M.Kep. dari bidang Keperawatan menggagas sebuah pendekatan kolaboratif berbasis komunitas.

Mereka memilih anggota Posyandu Lansia kelompok Prolanis sebagai mitra utama. Sebuah pilihan yang cerdas, karena lansia kerap menjadi pusat perhatian dan penjaga nilai-nilai dalam keluarga.

Tim dosen Universitas Bhamada Slawi mengawali kegiatan pengabdian masyarakat dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama mitra. Dalam forum tersebut, mereka menyusun modul, SOP, serta instrumen pretest dan posttest untuk mengukur pemahaman warga sebelum dan sesudah program.

Selanjutnya, tim menggelar sesi-sesi pelatihan dan konseling yang dirancang interaktif dan mudah dicerna oleh lansia.

BACA JUGA :  Pilkades Serentak 2023 Digelar di 49 Desa

“Modul ini tidak hanya menjelaskan gejala-gejala seperti halusinasi atau perubahan perilaku, tapi juga bagaimana mengenalinya dengan empati. Kami juga menambahkan pendekatan keagamaan dan nilai-nilai lokal agar lebih membumi,” jelas Musripah.

Melalui pendekatan yang menyentuh ranah emosional dan spiritual, edukasi ini tidak sekadar berbicara soal teori, tapi juga menggugah hati dan menumbuhkan keberanian untuk peduli.

Program ini juga menjadi sarana nyata implementasi Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, di mana dosen dan mahasiswa menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi di luar kampus.

“Mahasiswa kami ikut mendampingi, membantu edukasi, melakukan pretest dan posttest, bahkan menjadi jembatan komunikasi antara tim dan mitra,” ungkap salah satu anggota tim dari bidang farmasi.

Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi langsung merasakan dinamika sosial dan budaya masyarakat.

Dari hasil pretest dan posttest yang dibagikan, terjadi peningkatan signifikan dalam pengetahuan dan pemahaman mitra mengenai kesehatan mental. Tetapi lebih dari sekadar angka, yang paling menggembirakan adalah perubahan sikap.

“Saya dulu takut kalau ada tetangga yang sering bicara sendiri. Tapi setelah ikut pelatihan, saya jadi tahu cara mendekati dan bantu mereka. Kadang cuma perlu diajak ngobrol,” tutur salah satu anggota Posyandu Lansia.

Awalnya, masyarakat memandang ODGJ dengan ketakutan atau penolakan. Namun kini, mereka mulai membuka hati dan memahami bahwa ODGJ juga bagian dari komunitas yang harus dirangkul.

Program ini tidak selesai hanya dalam pelatihan. Tim juga menyusun rencana keberlanjutan, salah satunya melalui pengembangan komunitas pendamping kesehatan jiwa di tingkat RW. Selain itu, mereka akan mempublikasikan hasil kegiatan di jurnal dan media sosial sebagai bentuk diseminasi ilmu.

“Harapan kami, program ini bisa direplikasi di desa atau kecamatan lain. Jika kita mulai dari keluarga, dari komunitas kecil, maka perubahan besar akan menyusul,” tegas Musripah.

Dengan semangat kolaboratif dan empati sebagai dasar, Universitas Bhamada Slawi telah membuka ruang diskusi dan aksi nyata dalam isu yang selama ini kurang mendapat perhatian. Bahwa di balik angka-angka statistik, ada manusia, ada keluarga, dan ada harapan. (**)

error: