Jejak Heroik Kapten Sudibyo Pejuang Tegal yang Ditakuti Belanda Bagian Akhir

Pada tahun 1951, makam Kapten Sudibyo dipindah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Pura Kusuma Negara, Kota Tegal, bersama tujuh pasukannya.

Kapten Sudibyo, namanya diabadikan untuk sebuah nama jalan di Desa Dukuh Sampak, Kodya Tegal.

Menurut H. Sisdiono, gerilya Laskar Rakyat Tegal tidak berhenti sampai pada saat Kapten Sudibyo gugur.

Beberapa anggota laskar itu terpecah menjadi dua, beberapa anggota laskar bergabung menjadi tentara nasional dan sebagian masuk ke kelompok Hizbullah.

Tak pelak, pada saat terjadi mereka saling bertemu dan berubah menjadi lawan, karena Hizbullah mendukung kelompok tentara lain.

Kondisi semacam itu juga terjadi semasa ayahnya, Sertu Purn Angkatan Darat, H. Ahmad bertugas pada saat organisasi Heiho sekitar tahun 1943.

Di mana rekan ayahnya yang sesama Heiho kemudian mendukung tentara lain dan berubah menjadi lawan di medan perang.

“Dapat kita bayangkan betapa perjuangan orang-orang tua dulu pada saat zaman kemerdekaan, menjadi tidak melihat teman ketika itu. Karena yang terpenting adalah kita harus membela NKRI. Bukan soal kejam dan tidak sesama teman, tetapi adalah soal bagaimana sikap dia mencintai negara,” jelasnya.

BACA JUGA :  Situs Yoni Tertua di Jateng, Candi Gong Bukti Peradaban Hindu di Kabupaten Tegal

Menurut Sisdiono, sosok Kapten Sudibyo merupakan pahlawan bagi generasi muda atau Gen Z, bahwa pada saat itu Gen Z sudah berperang dan bisa menjadi pemimpin pasukan.

“Tetapi mereka itu berlatih. Mereka itu dilatih oleh para tentara-tentara. Kapten Sudibyo pun dilatih tentara. Karena telah memenuhi syarat, kemudian diberikanlah persenjataan oleh tentara untuk bersama-sama menghadapi Agresi Belanda I,” katanya.

Ditambahkan dia, pemberian nama Kapten Sudibyo disesuaikan dengan peraturan daerah (Perda) Kota Tegal sekitar tahun 1972. Nama Jalan Dukuh Sampak, pada akhirnya berubah menjadi nama Jalan Kapten Sudibyo. (**)

error: