SLAWI, smpantura – Situs Watu Lumpang yang banyak ditemukan di Kabupaten Tegal merupakan cikal bakal peralihan dari era purbakala ke peradaban Hindu. Situs yang berbentuk batu yang berongga di tengahnya itu, sebagai tempat persembahan bagi para leluhur pada zaman itu.
Watu lumpang yang merupakan peninggalan zaman megalitik berfungsi mulai dari alat prasejarah untuk menumbuk padi, biji-bijian, dan bahan lain, hingga alat untuk menempa dan membersihkan senjata pusaka. Selain fungsi praktis tersebut, watu lumpang juga berfungsi sebagai punden yang memiliki nilai sejarah, tempat pemujaan arwah nenek moyang, dan sarana pemujaan.
“Watu lumpang pada zaman dulu digunakan untuk menampung air hujan pertama. Air itu digunakan untuk pertanian atau obat bagi warga yang sakit,” kata Anggota Tim Pendataan Cagar Budaya Dikbud Kabupaten Tegal, Slamet Haryanto, Kamis 18 September 2025.
Pria yang akrab disapa Slamet Gelang itu, menilai adanya watu lumpang bisa dipastikan di lokasi tersebut terdapat sekelompok manusia. Mereka membuat komunitas peradaban walaupun dalam jumlah kecil. Komunitas-komunitas kecil itu yang nantinya bisa menjadi sebuah kerajaan. Bahkan, di Kabupaten Tegal hampir setiap desa ditemukan watu lumpang. Watu lumpang banyak ditemukan di Kabupaten Tegal, diantaranya di Bojong, Bumijawa, Pagerbarang, Lebaksiu, Penarukan Adiwerna. Saat ini sudah banyak yang pecah karena kurangnya pemahaman tentang benda-benda peninggalan, dan melestarikan budaya serta sejarah.
“Watu lumpang juga pertanda cikal bakal peralihan ke peradaban Hindu,” ujar Slamet.
Dijelaskan, watu lumpang yang berkembang menjadi zaman kerajaan disebut Yoni. Yoni lebih modern karena telah terdapat ornamen yang dipahat. Setelah itu, dinamakan lingga atau candi yang juga banyak ditemukan di Kabupaten Tegal.