BREBES, smpantura – Banjir bandang yang melanda wilayah selatan Kabupaten Brebes pada Sabtu (8/11/2025) bukan sekadar bencana alam biasa. Menurut Ketua Jaga Rimba Indonesia, Diky Candra, peristiwa ini merupakan sinyal darurat ekologis akibat kerusakan hutan yang telah lama diabaikan.
“Hutan telah menangis. Hujan yang seharusnya menjadi berkah, kini turun sebagai bencana, membawa lumpur dan material longsoran,” ujar Diky, Senin (9/11/2025).
Banjir bandang menerjang Kecamatan Sirampog, Bumiayu, dan Bantarkawung. Diky menjelaskan, penyebab utama bencana ini adalah rusaknya kawasan hulu di lereng barat Gunung Slamet. Hutan yang seharusnya menjadi penyangga dan penyerap air kini kehilangan fungsi akibat tekanan aktivitas manusia.
“Hutan lindung sudah banyak beralih fungsi, baik menjadi lahan pertanian maupun kawasan wisata. Data kami menunjukkan sekitar 81 hektare hutan lindung telah berubah fungsi,” jelas Diky.
Akibat kerusakan hutan, daerah aliran sungai (DAS) kehilangan kemampuan menahan air. Setiap curah hujan tinggi, wilayah hilir langsung terdampak banjir besar. Selain merusak rumah dan infrastruktur, banjir bandang juga menelan tiga korban jiwa: Haikal Aldi (27) warga Desa Kalierang, Suwoyo (26) warga Desa Igirklanceng, dan Joni (35) warga Desa Dawuhan.
Diky menekankan, bencana ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk segera memperketat pengawasan kawasan hutan lindung serta mempercepat rehabilitasi lahan di daerah tangkapan air.
“Jaga Rimba Indonesia sudah tiga tahun terakhir ini melakukan edukasi dan kampanye penyelamatan hutan, tapi tanpa dukungan pemerintah dan kesadaran masyarakat, kejadian seperti ini akan terus berulang,” ujarnya.


