Slawi  

Baru Dua Desa, DSM Dorong Pembentukan Desa Inklusi

SLAWI, smpantura – Difabel Slawi Mandiri (DSM) Kabupeten Tegal mendorong terbentuknya desa inklusi di 281 desa Kabupaten Tegal. Hingga kini, baru dua desa yang telah terbentuk dan 10 desa akan membentuk desa inklusi di tahun ini. Diharapkan, Pemkab Tegal membuat peraturan teknis terkait keterlibatan dan partisipasi disabilitas.

Dorongan itu disampaikan saat pertemuan Forum Peduli Disabilitas (FPD) bertempat di Gedung Dadali Pemkab Tegal, Rabu (31/5).

Acara ini mengundang beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemangku kebijakan, seperti Bappeda dan Litbang, Dinas Sosial, Dinas Dispermasdes, DP3AP2KB, pemerintah kecamatan hingga pemerintah desa dan berbagai komunitas disabilitas.

“Acara ini sebagai tindak lanjut dan mendorong implementasi Perbup Nomor 87 Tahun 2022 tentang kelurahan/desa inklusi.  Kami terus berupaya mendorong semua pihak dan FPD untuk mengembangkan desa inklusi di Kabupaten Tegal,” kata Ketua DSM, Khambali.

Dikatakan, kegiatan FPD dilakukan untuk mengupdate informasi tentang perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak disabilitas. Dia berharap, OPD terkait dapat menyusun peraturan teknis terkait keterlibatan dan partisipasi disabilitas.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tegal, Iwan Kurniawan juga ikut mendorong terbentuknya desa/ kelurahan inklusi di 281 desa enam kelurahan Kabupaten Tegal.

BACA JUGA :  Tingkatkan Keterampilan, Bintara Remaja Dilatih Menembak

Hingga kini, sudah terbentuk dua desa inklusi yakni Desa  Pesarean dan Desa Bogares Kidul. Sementara itu, 10 desa lainnya tengah mempersiapkan pembentukan desa inklusi di tahun ini.

“Ada kendala pada pemahaman, sarana dan prasarana yang kaitannya dengan anggaran. Komunitas difabel juga belum diberikan peran dalam mengambil kebijakan,” ujarnya.

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dispermasdes Kabupaten Tegal, Edi Sucipto menjelaskan, terkait Perbup penggunaan dana desa tidak bisa melenceng dari petunjuk tertulis dari Peraturan Kementerian Desa dan Kementerian Keuangan.

“Kita hanya sebatas menghimbau dan mengawal melalui pendamping desa melalui pengembangan program. Contohnya pada ketahanan pangan bisa disisipkan untuk pemenuhan gizi bagi penyandang disabilitas atau pelatihan pemanfaatan pertanian dengan melibatkan komunitas disabilitas,” ujar Edi.

“Kalau nanti sudah ada perjanjian kerjasama dengan DSM berarti harus ada sharing anggaran dari DSM dan dukungan anggaran dari APBD untuk melakukan pendampingan,” jelasnya.

Harapannya menurut Edi, dari pihak DSM nanti menjelang Musrenbangdes sudah mulai mengadakan pendekatan kepada pemerintah desa dan BPD. Pedekatan itu terkait dengan kegiatan di program desa inklusi. (T05-Red)

error: