TEMANGGUNG, smpantura – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendorong tumbuhnya generasi petani muda sebagai bentuk regenerasi yang diharapkan mampu memberi kontribusi positif bagi kemajuan sektor pertanian di wilayah tersebut.
Petani muda tidak hanya bertani konvensional. Mereka menerapkan pertanian modern ramah lingkungan dan merambah media sosial.
Pemprov Jateng mendukung penuh dengan melakukan pelatihan melalui program Zilenial Jateng yang digagas Gubernur Ahmad Luthfi.
Pemilik Sayur Organik Merbabu (SOM) Shofyan Adi Cahyono satu di antaranya. Dia yang baru berusia 30 tahun, sukses mengembangkan pertanian ramah lingkungan dan memberdayakan petani-petani di sekitar Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Dikatakan, ia mulai mengembangkan SOM sejak 2014. Saat itu Shofyan mulai aktif bermedia sosial untuk mempromosikan produk sayurnya. Menyadari potensi yang besar dari sayur organik, dia kemudian membentuk Kelompok Tani Citra Muda, yang serius menekuni pertanian organik dan menggunakan teknologi tani tepat guna.
“Kita menggunakan teknologi green house, untuk pupuk organik kita buat sendiri, sehingga biayanya lebih murah. Kemudian penyiraman kita menggunakan irigasi tetes. Kalau untuk pascapanen sayur, kita gunakan plasma ozon, pengiriman juga pakai mobil berpendingin,” tuturnya, saat ditemui Jumat (18/7/2025).
Tak heran, produk yang dihasilkan SOM berupa selada, kol, tomat cherry, wortel, sawi sendok, kabocha, hingga kapri, mengisi rak-rak swalayan di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Jabodetabek sampai Banjarmasin dan Balikpapan. Untuk harga, mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram.
Shofyan mengatakan, selain dukungan dari komunitas petani, pemerintah juga memberikan support kepada para petani muda. Satu di antaranya, pelatihan pertanian yang diadakan di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) milik Pemprov Jateng, di Soropadan-Temanggung.
“Ini merupakan momen yang tepat bagi anak muda, untuk terjun ke pertanian. Pemerintah sekarang sangat mendukung adanya regenerasi petani. Selain itu (di Bapeltan) teman-teman petani milenial juga bisa mendapatkan akses informasi, akses permodalan, kemudian juga bisa mendapatkan akses-akses alsintan teknologi pertanian yang bisa dikelola,” ujarnya yang juga alumni pelatihan di Bapeltan Jateng.
Petani lain, Aspuri mengatakan, dia sedang fokus dengan pertanian padi organik, di Kecamatan Grabag-Magelang. Menurutnya, selain ramah lingkungan, keuntungan yang didapat pun cukup lumayan.
“Harga itu lebih bagus (organik) karena harga padi C4 dan turunannya itu diharga Rp 7.000. Dan untuk beras organik, kalau untuk supermarket, kita bisa menjual di harga Rp 20.000 per kilogram,” tuturnya.
Keunggulan pertanian padi organik, menurut Aspuri, adalah proses pembuatan pupuk dan pestisida alami, yang dibuat sendiri. Selain itu, untuk mengatasi cemaran kimia, dia menggunangan filtrasi alami dari tanaman enceng gondok.
Aspuri menambahkan, kini bertani menjanjikan prospek bisnis yang cerah, karena produknya pasti dibutuhkan oleh konsumen.
“Selama ini ada anggapan petani konvensional kurang sejahtera, karena biayanya besar. Tapi di pertanian organik, mulai dari pupuk, pestisida, dan agen hayati, bisa kita buat sendiri. Nah, itu bisa menghemat biaya,” ucapnya.
Kepala Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Jateng, Opik Mahendra, mengatakan, dunia pertanian menghadapi tantangan regenerasi petani. Pemprov Jateng berupaya untuk menarik minat calon petani muda dengan pertanian modern, yang lebih praktis.
“Caranya adalah kita memberikan fasilitasi pelatihan kepada petani-petani, yang umurnya bisa dikatakan milenial atau bahkan gen-z. Bagi peserta petani, untuk mengikuti pelatihan kita, sekaligus kemampuan dan juga kepemilikan gadget. Karena ke depan saya kira pertanian itu juga harus dikelola dengan inovasi, teknologi, dan digitalisasi,” jelas Opik.
Menurutnya, pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan Bapeltan, berbasis identifikasi kebutuhan dari petani-petani. Seperti pelatihan mengenai manajemen agribisnis, serta pelatihan mekanisasi dan modernisasi pertanian.
Pelatihan itu juga ditautkan dengan program Zilenial Jateng, yang digagas Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen. Melalui program tersebut, mereka bisa berlatih untuk mengembangkan usaha pertanian modern yang berdaya saing.
Adapun pelatihan yang didapatkan di antaranya manajemen agribisnis, kewirausahaan pertanian, pemanfaatan teknologi pertanian modern, akses pasar dan pengolahan hasil pertanian.
“Berdasar dari data yang kami punya, yaitu data peserta pelatihan, yang termasuk milenial itu bisa sampai 5.000 orang, dengan berbagai komoditas yang dibudidayakan, sekaligus berasal dari berbagai kabupaten/ kota yang ada di seluruh Jawa Tengah,” imbuh Opik.
Dia berharap, semakin banyak anak muda Jateng yang mengembangkan sektor pertanian. Mengingat, pemerintah juga telah mendukung dengan bantuan-bantuan pelatihan yang condong pada sisi teknologi.
“Saya kira persepsi anak-anak muda bahwa petani itu tua, panas, belepotan tidak sejahtera, bahkan tidak menjamin masa depan, itu semua bisa tersisih, dengan tersedianya teknologi inovasi dan juga peluang yang ada di sektor pertanian,” pungkas Opik. (**)