Shofyan mengatakan, selain dukungan dari komunitas petani, pemerintah juga memberikan support kepada para petani muda. Satu di antaranya, pelatihan pertanian yang diadakan di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) milik Pemprov Jateng, di Soropadan-Temanggung.
“Ini merupakan momen yang tepat bagi anak muda, untuk terjun ke pertanian. Pemerintah sekarang sangat mendukung adanya regenerasi petani. Selain itu (di Bapeltan) teman-teman petani milenial juga bisa mendapatkan akses informasi, akses permodalan, kemudian juga bisa mendapatkan akses-akses alsintan teknologi pertanian yang bisa dikelola,” ujarnya yang juga alumni pelatihan di Bapeltan Jateng.
Petani lain, Aspuri mengatakan, dia sedang fokus dengan pertanian padi organik, di Kecamatan Grabag-Magelang. Menurutnya, selain ramah lingkungan, keuntungan yang didapat pun cukup lumayan.
“Harga itu lebih bagus (organik) karena harga padi C4 dan turunannya itu diharga Rp 7.000. Dan untuk beras organik, kalau untuk supermarket, kita bisa menjual di harga Rp 20.000 per kilogram,” tuturnya.
Keunggulan pertanian padi organik, menurut Aspuri, adalah proses pembuatan pupuk dan pestisida alami, yang dibuat sendiri. Selain itu, untuk mengatasi cemaran kimia, dia menggunangan filtrasi alami dari tanaman enceng gondok.
Aspuri menambahkan, kini bertani menjanjikan prospek bisnis yang cerah, karena produknya pasti dibutuhkan oleh konsumen.
“Selama ini ada anggapan petani konvensional kurang sejahtera, karena biayanya besar. Tapi di pertanian organik, mulai dari pupuk, pestisida, dan agen hayati, bisa kita buat sendiri. Nah, itu bisa menghemat biaya,” ucapnya.