SLAWI, smpantura – Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) Pilkada Kabupaten Tegal tahun 2024, Ani Silfana yang bertugas di TPS 5 RT 15 RW 07 Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal ini, sangat berani dan nekat keluar masuk hutan. Kegigihan Ani hanya untuk memastikan bahwa warga Kabupaten Tegal bisa memilih.
Sejak 24 Juni 2024, Ani bersama ratusan Pantarlih lainnya, mulai bergerak untuk coklit pemilih di masing-masing TPS. Banyak cerita di balik tahapan ini. Salah satunya, Ani Silfana yang memiliki wilayah di TPS 5 Desa Karangmalang. Beberapa warga sulit untuk dicoklit, karena pekerjaannya di hutan sebagai petani. Mereka bisa berhari-hari tidak pulang, karena harus menunggu tanamannya agar tidak diserang binatang buas. Terpaksa, Ani yang ditemani Pantarlih lainnya ke hutan untuk mencoklit warga tersebut.
“Ada 3 keluarga yang biasanya ke hutan. Kami terpaksa ke hutan agar data valid,” kata Ani saat dihubungi, baru-baru ini.
Untuk mencapai hutan, kata Ani, dibutuhkan waktu sekitar 1-2 jam. Medan yang dilalui tidak biasa, karena hanya jalan setapak dengan tanah lihat. Di beberapa titik jalan, ada yang berair sehingga licin dilalui. Namun, semua bisa dicoklit secara valid.
“Kita tidak sekali bisa ketemu, kadang 2-3 kali baru ketemu orangnya,” ujar perempuan yang memiliki anak usai 7 bulan ini.
Saat ditanyakan soal honor menjadi Pantarlih dengan kondisi Medan sulit, Ani mengaku dicukup-cukupkan. “Ya dicukup-cukupkan,”
ujarnya.
Ketua PPS Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Suci Lestari Ningsih membenarkan hal itu. Bahwa memang benar jika anggota Pantarlih rela sampai ke hutan demi menyelesaikan tugasnya selama sebulan dari mulai 24 Juni-24 Juli 2024.
“Mereka melakukan coklit ke sawah karena para petaninya jarang pulang dan menjaga sawah itu dari gerombolan hewan liar. Bahkan para petani tinggal di hutan,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjut ia, jalan yang melewati hutan bisa dilintasi oleh kendaraan roda dua. Hanya saja, jaraknya jauh bisa sampai belasan kilometer dari rumah tinggalnya.
“Disana para petani menginap dengan mendirikan gubugnya untuk tempat tinggal. Kita akhirnya kesana jika memang petani tersebut belum pulang selama beberapa hari,” ungkapnya.
Mayoritas warga Desa Karangmalang yang menginap di hutan, kata dia, akan pulang ke rumahnya, jika perbekalan mereka sudah habis.
“Jika bekal sudah habis ya mereka turun dari hutan. Tidak mesti, kadang 4 hari, seminggu bahkan sebulan,” jelasnya. (T05_Red)