SLAWI, smpantura – Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal menginisiasi sekolah bersertifikat anti bullying untuk mengatasi maraknya tawuran di wilayah tersebut. Selain itu, Dewan Pendidikan juga akan mengangkat duta anti bullying yang diambil dari siswa nakal.
Hal itu terungkap saat Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal mengundang Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal untuk meminta masukan penanganan aksi kekerasan pelajar di Ruang Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, Kamis (16/3).
Rapat koordinasi itu dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar dan dihadiri Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal, Dr Saefudin.
“Kami menginisiasi Sekolah Bersertifikat Anti Bullying sudah lama, bahkan kami tengah merumuskan indikatornya,” kata Dr Saefudin yang juga Rektor IBN Tegal itu.
Dijelaskan, sekolah anti bullying tengah dirumuskan oleh tim Dewan Pendidikan, Tanoto Foundation, Dinas Pendikan dan Kebudayaan Kabupaten dan pakar-pakar yang membidangi kekerasan.
Tujuannya agar sekolah-sekolah yang telah mendapatkan sertifikat anti bullying bisa menerapkan indikator yang telah dirumuskan.
Pada tahap awal setelah rumusan indikator sekolah anti bullying, Dewan Pendidikan akan mencari sekolah sebagai percontohan.
“Setelah sekolah bisa menerapkan sekolah anti bullying, maka akan dipilih Duta Anti Bullying,” ujarnya.
Menurut dia, Duta Anti Bullying akan dipilih dari siswa yang terindikasi melakukan tawuran. Diharapkan, siswa itu bisa memberikan pemahaman akan dampak negatif dari kenakalan pelajar.
“Kegiatan sekolah anti bullying juga diisi dengan berbagai kegiatan positif, termasuk mengaktifkan ekstrakurikuler,” bebernya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar menuturkan, setelah DPRD mengundang Dikbud dan kepala sekolah, pihaknya juga mengundang Dewan Pendidikan untuk meminta masukan dan solusi dalam mengatasi kenakalan pelajar.
Selain sekolah anti bullying, Dewan Pendidikan juga mengusulkan adanya sistem di Dikbud yang tujuannya untuk meminimalisir tawuran pelajar.
“Sistem komunikasi sekolah dan orangtua siswa. Jadi, jika siswa tidak masuk sekolah, padahal dari rumah berangkat sekolah, maka sekolah bisa berkomunikasi dengan orangua siawa,” terangnya.
Ditambahkan, siswa tidak boleh menggunakan sepeda motor, baik siswa yang parkir di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Kemudian, sekolah juga diminta menjalin komunikasi dengan lintas sektoral untuk melakukan sweeping siswa. Orangtua siswa juga didatangkan ke sekolah untuk mendapatkan pembinaan tentang pengasuhan anak.
“Di kurikulum sekolah dimasukan tema moral, pendidikan pancasila dan wawasan kebangsaan,” pungkasnya. (T05-Red)