Disebutkan Sri Nuryanti, masyarakat tak hanya minat dengan beras kelas mutu medium dan premium saja, tetapi juga minat dengan beras subsidi pemerintah, SPHP.
Hal ini terlihat dari serapan eceran baik di pasar tradional maupun di pasar modern.
Dalam pantauan di Pasar Trayeman, Bapanas menemukan beras premium di salah satu warung yang dijual Rp 75.000 / 5 kg atau 15.000/ kg. Beras yang diproduksi di Kediri hanya tinggal tersisa satu bungkus.
“Berasnya tinggal satu bungkus, berarti masyarakat sudah bisa memilah dan memilih, bahwa berasnya mahal. Mereka akan memilih beras sesuai yang dia mau tapi harganya sesuai,” sebutnya. Makanya beras tadi terisolir dan tinggal satu bungkus. Itu tidak bisa dikatakan melebihi HET,” sebutnya.
Sri Nuryanti menyebutkan, hasil pengawasan, sebagian besar beras yang beredar berasal dari Kota dan Kabupaten Tegal. Selain itu ada juga produk yang diproduksi oleh UMKM dengan izin edar PDUK atau memberdayakan masyarakat ekonomi dan mikro.
Kepala Kantor Cabang Bulog Tegal Agung Rochman menambahkan, serapan beras di Kabupaten Tegal sangat besar.
“Harapannya dengan adanya penyaluran yang merata, bekerjasama dengan dinas dan instansi pemerintah, akses untuk mendapatkan beras SPHP Bisa lebih murah di masyarakat dangan harga lebih terjangkau.
Agung menuturkan, di Kabupaten Tegal penyaluran beras SPHP rata-rata 50-70 ton per hari. Beras disalurkan ke pedagang pengecer di pasar, retail modern, juga bekerjasama melalui gerakan pangan murah dengan instansi pemerintah, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga Rumah Pangan Kita (RPK) binaan Bulog dan outlet-outlet penyaluran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. (**)


