Berdiri 1978, Jaran Ebeg Kedawung Tegal Hidup Kembali

SLAWI, smpantura – Kesenian Jaran Ebeg Sedayu Gatra Desa Kedawung, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, mati suri selama puluhan tahun. Pasalnya, kesenian yang menggunakan media kuda terbuat dari anyaman bambu itu, sudah berdiri sejak tahun 1978. Kini, kesenian itu perlahan bangkit dan berkembang mengikuti zaman.

Jaran Ebeg merupakan kesenian yang selalu menyedot banyak penonton. Selain tarian dan musik yang indah, kesenian ini juga unik karena berbau mistik. Tak terkecuali Jaran Ebeg Sedayu Gatra di Desa Kedawung yang masih kental dengan pertunjukan mistik atau yang disebut Janturan. Para pemain seperti kerasukan dan tingkahnya berubah, seperti harimau, monyet, dan lainnya. “Pertunjukan Janturan biasanya ditunggu-tunggu masyarakat. Para pemain bisa makan beling, kembang, dan barang-barang berbahaya lainnya tanpa terluka,” kata Ketua Jaran Ebeg Sedayu Gatra Kedawung, Tri Arnomo Sedayu, Selasa (28/5/2024).

Jaran Ebeg Sedayu Gatra agak berbeda dengan Jaran Ebeg lainnya. Selain tarian, dan Janturan, kesenian Jaran Ebeg Sedayu Gatra terdapat pertunjukan tembang Jawa yang dipadukan dengan pantun. Selain itu, ada juga pertunjukan Janturan yang diperankan perempuan. Di pertunjukan ini, perempuan itu dimasukan dalam kurungan, dan setelah beberapa menit keluar dengan dandanan cantik. Pertunjukan itu layaknya kesenian sintren.

“Pastinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti kembang, kemenyan dan sesaji lainnya. Nanti ada dukunnya, namanya Pak Roto yang memandu pertunjukan Janturan,” ujar Tri Arnomo yang mulai menghidupkan kembali kesenian Jaran Ebeg sejak tahun 2019 lalu.

BACA JUGA :  Dikeramatkan, Batu Kenteng Diduga Peninggalan Masa Megalitikum Dievakuasi ke Museum

Bangkitnya kembali Jaran Ebeg Sedayu Gatra tak lepas dari peran Tri Arnomo. Pria pendatang di Desa Kedawung itu, mendapatkan banyak curhatan dari masyarakat. Mereka menginginkan kesenian Jaran Ebeg bisa dilestarikan. Dengan berbekal alat seadanya dan tekat yang kuat, pada tahun 2022, digelar Festival Jaran Ebeg yang diikuti puluhan kelompok kesenian Jaran Ebeg di wilayah Kabupaten Tegal dan sekitarnya. Festival itu yang membangkitkan dan memberikan semangat warga sekitar untuk terus melestarikan kesenian Jaran Ebeg.

“Sayangnya, kami tidak punya alat gamelan sendiri. Selama ini, kami saat pertunjukan atau latihan pinjam milik SD Kedawung,” ujar pria yang menyampaikan kebutuhan gamelan saat pertunjukan Jaran Ebeg, diantaranya Saron, Demung, Gong, Rampak, dan Bonang.

Tak hanya itu, para pemain Jaran Ebeg Kedawung juga jarang berlatih, karena tidak ada tempat untuk latihan. Mereka berlatih saat akan ada pertunjukan, sehingga regenerasi pemain juga stagnan. Beberapa pemain juga telah berusia lanjut, dan tidak ada penggantinya. Jika ada yang meminta untuk tampil, dan salah satu pemain berhalangan, maka harus mencari seniman lainnya dari luar desa.

“Kami berharap ada kepedulian pemerintah untuk melestarikan Jaran Ebeg Kedawung. Jika hanya seperti kondisi saat ini, maka kesenian Jaran Ebeg akan kembali mati suri,” ujar Tri Arnomo. (T05_Red)

error: