Oleh Retno Safitri, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Pancasakti Tegal
Fokus dunia sekarang tengah berada pada masalah sosial dua negara yaitu antara Palestine dan Israel. Peperangan terjadi akibat adanya perebutan hak wilayah yang dianggap sebagai hak milik kedua negara tersebut. Akibat dari adanya peperangan tersebut kedamaian yang terjadi diwilayah israel menjadi sebuah angan semata untuk warganya. Indonesia menjadi satu negara yang membela dan berusaha memperjuangkan perdamaian serta resolusi konflik kedua negara tersebut. Sebagai mediator, Indonesia juga memainkan peran penting untuk menyeimbangkan dan meredakan konflik Israel – Palestine dalam kancah bilateral, regional, dan multilateral.
Aksi Indonesia dalam mendukung Palestine, tentunya sangat di dukung oleh warga negaranya. Mereka yang faham akan konfilk kedua negara tersebut memberikan dukungan penuh untuk Palestine, terlebih lagi Palestine sendiri merupakan negara yang memiliki berbagai sejarah bagi umat muslim. Seperti yang terlihat baru-baru ini, masyarakat indonesia melakukan demonstrasi sebagai upaya perdamaian. Aksi demosntarsi tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum, bahkan kalangan publik figur, pejabat pun ikut serta dalam aksi tersebut. Selain aksi demonstrasi yang dilakukan, masyarakat indonesia juga melakukan pemboikotan produk yang terafiliasi dengan negara Israel.
Boikot produk yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia merupakan satu bentuk kepedulian kemanusiaan terhadap warga negara Palstine. Media digital menjadi prantara dan sarana dalam penyebaran informasi terkait dengan aksi boikot produk tersebut. Boikot dilakukan untuk memberi tekanan dan pengaruh secara ekonomi dan politik agar Israel tunduk kepada hukum internasional. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Dalam fatwa tersebut, MUI mengimbau atau merekomendasikan masyarakat Muslim untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk pendukung Israel. Tindakan boikot tersebut merupakan satu bnetuk peristiwa atau fenomenologi. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani “pahainomenon”, berarti sebuah gejala atau menampakkan diri. Lewat pemaknaan istilah ini, sebuah peristiwa terlihat nyata dan ada untuk dipahami secara mendasar serta menyeluruh. Menurut Dimayanti (2006:67-90) dengan menyandur beberapa gagasan Huserl, menyatakan bahwa fenomamonogi merupakan analisis deskriptif dan introspektif tentang kedalaman dari semua bentuk dan pengalaman langsung yang meliputi, indrawi, konseptual, moral, estetis dan regligius.