Sementara, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerin) Kota Tegal, R Heru Setyawan memaparkan, pelindungan PMI pelaut perikanan dapat dilihat dari aspek regulasi, utamanya pada regulasi pokok pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sejauh ini, kata dia, peraturan pelaksanaan turunannya hingga sekarang ini dipisahkan, antara PMI domestik dan PMI anak buah kapal (ABK).
Untuk ABK menyangkut banyak hal, mulai dari kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang dinaungi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ABK bekerja di atas kapal, dinaungi Kementerian Perhubungan dan lainnya.
“Kita sibuk dengan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK). Sementara di UU 18 Tahun 2017 SIUPPAK itu harus Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Masih carut marut antar kementerian, sehingga kami yang di daerah juga sering dibuat bingung,” ungkapnya.
Terkait dengan perizinan P3MI, Heru mengaku tidak mengetahui dan bukan menjadi kewenangan daerah (kota/ kabupaten). Terlebih, manning agent dan SIUPPAK mendapat izin langsung dari kementerian, sehingga daerah tidak mengerti apa-apa.
“Kita tahunya itu ketika ada masalah. Ini warga Kota Tegal, baru kami dilapori. Untuk itu, forum diskusi ini diharapkan bisa mengerucut pada regulasi yang jelas dan mudah. Sebab, akan menjadi sia-sia jika kegiatan ini hanya sebatas seremonial. Kita pun berharap, seluruh peserta diskusi memiliki semangat bagaimana benar-benar melindungi pekerja migran kapal perikanan,” tegasnya. (T03-Red)


