TEGAL, smpantura – Anggota Komisi X DPR RI, H. Abdul Fikri Faqih menanggapi penetapan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Fikri menyampaikan hal itu saat mengisi workshop penguatan pendidikan karakter bertema Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat di Hotel Bahari Inn, Kota Tegal, Sabtu 6 September 2025.
Menurutnya, program pengadaan laptop berbasis Chromebook sejatinya merupakan bagian dari program prioritas nasional untuk membangun sumber daya manusia di era digital. Namun, DPR tidak bisa mencampuri teknis di level satuan tiga (satker) termasuk soal merek hingga harga perangkat.
“Kalau program, saya kira sesuai dengan visi misi presiden waktu itu. Indonesia tidak boleh tertinggal di era digitalisasi. Tapi kalau sampai mengarahkan pada merek tertentu dengan harga tertentu, itu ranah juklak-juknis. DPR tidak bisa masuk ke sana,” tegas Fikri Faqih.
Politikus PKS ini menambahkan, detail teknis semestinya menjadi domain Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK yang memiliki kewenangan melakukan audit.
“Kalau laporan ke DPR masih global, jadi kita tidak bisa sampai ke detail. Kalau pun ada temuan, itu bisa jadi catatan keras untuk kementerian yang sekarang sudah terpisah,” ujarnya.
Fikri Faqih juga mengingatkan agar kementerian hasil pemecahan dari Kemendikbudristek tidak mengulangi kesalahan serupa. Menurutnya, juklak dan juknis harus dibuat untuk mempermudah pelaksanaan program dan memperkuat akuntabilitas, bukan sebaliknya.
Di sisi lain, Fikri Faqih menilai pandemi Covid-19 memberi pelajaran penting bahwa pembelajaran daring tetap relevan. Namun, ada keterbatasan pada pendidikan vokasi dan karakter.