Slawi  

Dua Lokasi Gelaran Tradisi Rebo Wekasan di Tegal

SLAWI, smpantura – Rebo Wekasan atau bisa juga disebut Rebo Pungkasan masih dipegang teguh sejumlah masyarakat Kabupaten Tegal. Di Kabupaten Tegal ada dua lokasi yang mengadakan tradisi tersebut, yakni Kecamatan Suradadi dan Kecamatan Lebaksiu.

Rebo Wekasan merupakan salah satu tradisi masyarakat yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar kalender lunar versi Jawa. Di tahun 2024, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu besok (3/9/2024). Rebo Wekasan bertujuan untuk ‘talak bala’ (menolak bencana).

Kegiatan yang dilakukan berkisar pada berdoa, Shalat Sunnah, dan bersedekah. Selain itu ada juga kegiatan mencukur beberapa helai rambut dan membuat bubur merah dan putih yang kemudian dibagikan kepada tetangga. Meskipun pada dasarnya mempunyai tujuan sama, tetapi ritual kegiatan yang dilaksanakan berbeda.

Haul Desa Suradadi Saat Rebo Wekasan Di Desa Suradadi, yang terletak di jalur antara Tegal dan Pemalang sekitar 17 kilometer timur Kota Tegal, tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan Haul sebagai momentum mengenang kembali para ulama yang telah berjasa menyebarkan Islam di daerah tersebut.

Haul di desa Suradadi dalam rangka Rebo Wekasan, telah dilaksanakan sejak tahun 1961, tepatnya pada tanggal 13 Agustus (27 Safar 1381 H). Biasanya dilaksanakan di pemakaman umum sebelah selatan Masjid Jami Al-Kautsar dari Pasar Suradadi ke arah Selatan.

Pada saat Haul, masyarakat Suradadi dan sekitarnya akan berkumpul di pemakaman tersebut dan membacakan doa-doa untuk para ulama yang telah meninggal. Setiap tahun, acara Haul tersebut selalu dipenuhi para pengunjung yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20.000 orang.

Pencetus haul ini, seorang ulama yang bernama KH. Zainal Arifin. Semula, haul itu dilakukan untuk memperingati wafatnya KH Afroni bin KH Abdus Salam, yang merupakan ayah kandung dari KH Zainal Arifin. Wafatnya persis pada Rabu di minggu terakhir di bulan Shafar 1960 di Sugihwaras, Tanjungsari, Kabupaten Pemalang.

Sebelum wafat, almarhum berwasiat kepada KH. Zainal Arifin dan keluarganya supaya dimakamkan di Suradadi bersebelahan dengan makam istrinya, Ny Maryam yang telah meninggal lebih dulu. Setelah meninggal dunia, jenazah KH Afroni akhirnya di bawa ke Desa Suradadi.

BACA JUGA :  Jaga Kondusifitas, Kapolres Tegal Imbau Masyarakat Tidak Konvoi di Malam Pergantian Tahun

Kala itu, di wilayah Pemalang belum banyak kendaraan bermotor. Jalan juga masih sepi. Meski tidak ada kendaraan bermotor, tapi KH Zainal Arifin tetap semangat. Dia langsung membawa jenazah ayahnya dari Sugihwaras Pemalang menuju Suradadi dengan menggunakan sepeda onthel. Jarak dari desa tersebut hingga lokasi pemakaman di Suradadi sekitar 13 kilometer.

“Jenazah dinaikkan sepeda onthel. Sedangkan para pelayat berjalan kaki,” kata Tubagus Fahmi, salah satu cucu dari KH Afroni.

Tubagus menuturkan, haul pertama untuk mendoakan kakeknya itu, dilakukan pada tahun 1961. Tepatnya hari Rabu 27 Shafar 1381 H (13 Agustus 1961). Awalnya, haul dilakukan secara sederhana. Tujuannya untuk memperingati wafat kakeknya. Namun, haul itu dilakukan hanya tiga tahun. Pihak keluarga hanya menggelar pengajian di tahun-tahun berikutnya. Terlebih saat meletusnya Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI) di tahun 1965, haul semakin sulit karena tidak diizinkan oleh pihak-pihak terkait.

“Tapi setelah tahun 1967, acara haul kembali digelar dengan pengajian akbar. Untuk tahun ini, sudah dilaksanakan pada Rabu kemarin (28/8/2024),” ujarnya.

Rebo Wekasan di Lebaksiu.
Lebaksiu adalah salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Tegal dan terletak di jalur Tegal- Guci. Hingga saat ini belum ada sumber yang menyebutkan dengan jelas tentang sejarah dari peringatan Rebo Wekasan di Lebaksiu. Sehingga cerita Mbah Panggun-lah, tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di Lebaksiu, dianggap paling kuat.

Makam Mbah Panggung berada di puncak Bukit Sitanjung yang terletak diantara dataran-dataran tinggi di Lebaksiu. Oleh karena itu, pusat acara Rebo Wekasan di Lebaksiu berada disekitar bukit tersebut, bahkan hingga mencapai pinggiran jalan raya.

Rebo Wekasan di Lebaksiu didominasi dengan kegiatan jual-beli dengan jumlah pedagang dari berbagai kota yang membuka lapaknya setengah bulan sebelum pelaksanaan dengan jumlah pengunjung ribuan. Mulai dari makanan, baju, sepatu, tas, mainan anak-anak, aksesoris, diperjualbelikan pada even ini. Motif pengunjung yang datang tidak hanya sekedar berkeliling melihat dagangan, atau jalan-jalan menaiki dan menikmati pemandangan Bukit Sitanjung, namun juga ada yang sengaja datang berziarah ke makam Mbah Panggung.

error: