Pencetus haul ini, seorang ulama yang bernama KH. Zainal Arifin. Semula, haul itu dilakukan untuk memperingati wafatnya KH Afroni bin KH Abdus Salam, yang merupakan ayah kandung dari KH Zainal Arifin. Wafatnya persis pada Rabu di minggu terakhir di bulan Shafar 1960 di Sugihwaras, Tanjungsari, Kabupaten Pemalang.
Sebelum wafat, almarhum berwasiat kepada KH. Zainal Arifin dan keluarganya supaya dimakamkan di Suradadi bersebelahan dengan makam istrinya, Ny Maryam yang telah meninggal lebih dulu. Setelah meninggal dunia, jenazah KH Afroni akhirnya di bawa ke Desa Suradadi.
Kala itu, di wilayah Pemalang belum banyak kendaraan bermotor. Jalan juga masih sepi. Meski tidak ada kendaraan bermotor, tapi KH Zainal Arifin tetap semangat. Dia langsung membawa jenazah ayahnya dari Sugihwaras Pemalang menuju Suradadi dengan menggunakan sepeda onthel. Jarak dari desa tersebut hingga lokasi pemakaman di Suradadi sekitar 13 kilometer.
“Jenazah dinaikkan sepeda onthel. Sedangkan para pelayat berjalan kaki,” kata Tubagus Fahmi, salah satu cucu dari KH Afroni.
Tubagus menuturkan, haul pertama untuk mendoakan kakeknya itu, dilakukan pada tahun 1961. Tepatnya hari Rabu 27 Shafar 1381 H (13 Agustus 1961). Awalnya, haul dilakukan secara sederhana. Tujuannya untuk memperingati wafat kakeknya. Namun, haul itu dilakukan hanya tiga tahun. Pihak keluarga hanya menggelar pengajian di tahun-tahun berikutnya. Terlebih saat meletusnya Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI) di tahun 1965, haul semakin sulit karena tidak diizinkan oleh pihak-pihak terkait.
“Tapi setelah tahun 1967, acara haul kembali digelar dengan pengajian akbar. Untuk tahun ini, sudah dilaksanakan pada Rabu kemarin (28/8/2024),” ujarnya.