SLAWI, smpantura – Program e-ticketing yang ditetapkan saat masuk Obyek Wisata Pemandian Air Panas Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, dinilai gagal. Pasalnya, pembayaran retribusi kembali kepada cara konvensional dengan pembayaran tunai.
“Sebenarnya alat ini tujuannya untuk mencegah kebocoran PAD. Tapi kenapa diabaikan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, M Jafar usai inspeksi mendadak (Sidak) di objek wisata Guci, Rabu (2/8).
Dikatakan, sistem e-ticketing atau pembayaran tiket non tunai yang digaungkan sejak 2021 lalu, sekarang sudah diabaikan.
Alat e-ticketing dengan sistem Mobile Point of Sale (Mpos) itu sudah tidak berfungsi lagi. Semula, Mpos yang merupakan perangkat mirip Electronic Data Capture (EDC) itu, berjumlah 14 alat.
“Tapi sekarang hanya sisa empat alat EDC saja. Sedangkan yang sepuluh alat, rusak semua,” kata Jafar kecewa.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, pembayaran retribusi tiket masuk non tunai di objek wisata Guci itu, bekerjasama dengan Bank BPD Jateng.
Mestinya, jika alat Mpos itu rusak, segera diganti. Sehingga pembayaran non tunai tetap berjalan. Menurutnya, uang yang ditransaksikan melalui skema transfer bank ini, akan memudahkan proses pengawasannya.
“Tidak ada pihak-pihak yang berani korupsi karena bisa terlacak,” ujarnya.
Dia sangat menyayangkan, program e-ticketing di objek wisata Guci tidak berjalan sukses, karena pengunjung saat ini masih menggunakan konvensional atau membayar dengan uang tunai.
Padahal, konversi layanan pembayaran tunai ke nontunai ini, mampu meningkatkan pendapatan asli daerah dengan mencegah terjadinya praktik tidak terpuji.
“Dinas terkait harus segera menyikapi ini. Jangan sampai ada kebocoran PAD,” tandasnya.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Tegal, Uwez Qoroni menjelaskan, pembelian alat transaksi non tunai tersebut berlangsung di tahun 2018. Dia menilai bahwa alat tersebut bisa bertahan selama tiga tahun.
“Jadi salah satu sisi alatnya sudah jadul, satu sisi juga perlu upgrade sistemnya. Oleh karena itu, kita sedang mencoba usulkan pada ABPD perubahan 2023 mendatang, mudah-mudahan tahun ini QRIS bisa berjalan dan alatnya juga bisa nambah,” harapnya.
Menurutnya, Mobile Point of Sale (Mpos) yang merupakan perangkat mirip Electronic Data Capture (EDC) masih tetap digunakan, walaupun masih menggunakan pembayaran tunai.
Ketika pengunjung sedang melakukan transaksi pembayaran, itu masih menggunakan Mpos yang sedang online, namun tetap menggunakan pembayaran tunai. Jadi, semuanya tercatat dengan baik, dari petugas hingga nilai transaksi sudah terekap pada saat jam 12 malam.
“Tidak ada kebocoran transaksi,” tegasnya.
Dikatakan, bahwa Mpos juga merupakan salah satu e-ticketing atau pembayaran tiket non tunai yang berlaku sejak 2021 lalu. Kendati demikian, Uwez menambahkan, ada permasalahan lagi terhadap pembayaran non tunai menggunakan QRIS yang tidak bisa difungsikan.
“Karena QRIS benar-benar murni menggunakan non tunai, memakai dompet digital. QRIS itu yang sebetulnya sedang maintenance, jadi kita sudah kerjasama untuk menindaklanjuti dengan Bank Jateng dan AMN yakni penyedia layanan QRIS,” jelasnya.
Uwez mengakui, bahwa kekurangan dalam pembayaran transaksi digital atau pembayaran non tunai masih sulit diterapkan. Karena, masyarakat masih terbiasa menggunakan tunai, seperti penerapan pembayaran melalui QRIS.
“Namun, pembayaran QRIS masih tetap ada, akan tetapi kita lebih melayani kebutuhan masyarakat yang memakai Mpos itu,” pungkasnya. (T05-Red)