“Dinas terkait harus segera menyikapi ini. Jangan sampai ada kebocoran PAD,” tandasnya.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Tegal, Uwez Qoroni menjelaskan, pembelian alat transaksi non tunai tersebut berlangsung di tahun 2018. Dia menilai bahwa alat tersebut bisa bertahan selama tiga tahun.
“Jadi salah satu sisi alatnya sudah jadul, satu sisi juga perlu upgrade sistemnya. Oleh karena itu, kita sedang mencoba usulkan pada ABPD perubahan 2023 mendatang, mudah-mudahan tahun ini QRIS bisa berjalan dan alatnya juga bisa nambah,” harapnya.
Menurutnya, Mobile Point of Sale (Mpos) yang merupakan perangkat mirip Electronic Data Capture (EDC) masih tetap digunakan, walaupun masih menggunakan pembayaran tunai.
Ketika pengunjung sedang melakukan transaksi pembayaran, itu masih menggunakan Mpos yang sedang online, namun tetap menggunakan pembayaran tunai. Jadi, semuanya tercatat dengan baik, dari petugas hingga nilai transaksi sudah terekap pada saat jam 12 malam.
“Tidak ada kebocoran transaksi,” tegasnya.
Dikatakan, bahwa Mpos juga merupakan salah satu e-ticketing atau pembayaran tiket non tunai yang berlaku sejak 2021 lalu. Kendati demikian, Uwez menambahkan, ada permasalahan lagi terhadap pembayaran non tunai menggunakan QRIS yang tidak bisa difungsikan.
“Karena QRIS benar-benar murni menggunakan non tunai, memakai dompet digital. QRIS itu yang sebetulnya sedang maintenance, jadi kita sudah kerjasama untuk menindaklanjuti dengan Bank Jateng dan AMN yakni penyedia layanan QRIS,” jelasnya.
Uwez mengakui, bahwa kekurangan dalam pembayaran transaksi digital atau pembayaran non tunai masih sulit diterapkan. Karena, masyarakat masih terbiasa menggunakan tunai, seperti penerapan pembayaran melalui QRIS.