Namun, munculnya fenomena fast fashion tidak hanya memberikan keuntungan saja, tetapi juga memiliki sisi kelam yang perlu kita ketahui. Salah satu dampak yang terlihat jelas yaitu adanya pencemaran lingkungan hidup. Dalam proses pembuatan fast fashion menggunakan bahan kimia hampir disetiap proses produksinya. Mulai dari proses pemintalan dan penenunan hingga ke proses produksi barang jadi. Berdasarkan data dari United Nations Environment Programme menyatakan sekitar 93 miliar m3 air di dunia telah tercemar oleh limbah-limbah berbahaya dari industri fast fashion. Selain itu, Fast fashion juga menyebabkan permasalahan textile waste yang memiliki dua jenis yaitu pre-consumer dan post-consumer.
Pada jenis pre-consumer merujuk pada limbah tekstil yang dihasilkan pasca produksi yang belum sampai ke tangan masyarakat. Limbah ini berupa limbah pemotongan, limbah pakaian yang tidak sesuai standar, dan kelebihan kain. Sedangkan limbah post-consumer ialah limbah pakaian yang telah dibuang oleh konsumen. Fast fashion menyebabkan peningkatan jumlah limbah pakaian tiap tahunnya dikarenakan konsumen cenderung mengganti koleksi pakaian mereka sesuai dengan tren mode yang sedang hype dan membuang pakaian yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tren mode.
Selain berdampak negatif pada lingkungan, fast fashion juga memiliki isu lain yaitu isu kemanusiaan. Hal tersebut muncul karena industri fast fashion membutuhkan tenaga kerja yang cukup untuk memproduksi barang dalam skala besar dan cepat. Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan yaitu dengan merekut pekerja-pekerja industri dari negara-negara berkembang. Hal tersebut dilakukan karena perusahaan tidak perlu mengalokasikan anggaran yang besar untuk menggaji pekerja yang berasal dari negara berkembang sebab upahnya rendah. Jika dilihat, hal tersebut bukan masalah besar, tetapi banyaknya permintaan kesediaan pada industri fast fashion, pekerja harus bekerja lebih keras bahkan ada keluhan dan laporan bahwa pekerja dipekerjakan selama 12 jam nonstop bahkan tanpa tambahan biaya lembur. Isu ini terus berkembang hingga memunculkan dugaan adanya perbudakan, eksploitasi pekerja anak dibawah umur, hingga isu ketidaksetaraan gender.


