Berbeda dengan pedagang yang menyewa kios dan konter, Rudy menjelaskan bahawa mayoritas pedagang tebokan di Pasar Pagi hanya berjualan di waktu-waktu tertentu.
“Kami ingin pedagang tebokan bisa terakomodir dalam sistem. Melihat sistem yang ada, baru sebatas mengakomodir kios dan konter yang rata-rata berjualan setiap hari. Jika hal ini diterapkan pada pedagang tebokan, maka dalam sistem akan muncul piutang. Kondisi ini tentu sangat merugikan dan kami tidak ingin hal ini terjadi,” jelasnya.
Rudy berharap, nantinya fitur yang diusulkan itu dapat menyesuaikan kondisi pedagang tebokan. Dia mencontohkan, fitur serupa yang telah dimanfaatkan pedagang di Pasar Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan yang tertimpa musibah kebakaran.
“Ada kejadian nyata. Pedagang di Pasar Randugunting yang menjadi korban kebakaran, mengajukan surat ke kami untuk meminta agar sistem e-retribusi dihentikan sementara karena mereka butuh waktu untuk berbenah. Dihentikannya sistem itu, tentu untuk mengantisipasi adanya piutang. Nah, kami berharap fitur inilah yang bisa diterapkan dalam kondisi tertentu, khususnya para pedagang tebokan,” pungkas Rudy.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Tegal, Zaenal Nurrohman mendukung upaya Dinkop UKM dan Perdagangan dalam menerapkan rencana e-retribusi di Pasar Pagi.
Selain untuk mengoptimalkan PAD dan menekan kebocoran PAD, dia juga meminta agar pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pasar, sehingga terjadi simbiosis mutualisme.
“Pedagang tertib membayar retribusi melalui digitalisasi, hasilnya juga bisa untuk meningkatkan sarpras di masing-masing pasar, termasuk Pasar Pagi yang menjadi pasar induk di Kota Tegal. Jadi saling menguntungkan, pemerintah mendapat pemasukan, pedagang ada pendapatan dan masyarkat sebagai pembeli juga merasa nyaman saat berbelanja. Kondisi inilah yang kami yakini dapat meningkatkan perekonomian,” tandas Zaenal. **