TEGAL, smpantura – Fraksi partai Golkar DPRD Kota Tegal ikut menyoroti program smart classroom yang diinisiasi Pemerintah Kota Tegal dalam rapat paripurna di Gedung DPRD setempat, Jumat (29/11/2024) kemarin.
Juru Bicara Fraksi Golkar, Arie Prima Setyoko mengatakan, program senilai Rp 25 miliar itu terkesan terlalu dipaksakan dan tidak melalui mekanisme pengajuan yang seharusnya. Pasalnya, dalam pembahasan Musrenbang, RKPD maupun KUA-PPAS tidak pernah muncul.
Menurut Fraksi Golkar, program tersebut lebih terlihat dipaksakan karena bersifat instruksi top-down dan bukan inisiasi dari level bawah yang berasal dari masing-masing kepala sekolah.
“Perlu kami ingatkan bahwa posisi penjabat kepala daerah tidak sepenuhnya sama dengan kepala daerah definitif. Tetapi ada batasan dan larangan seperti yang tertera pada Pasal 132A PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah. Salah satunya adalah penjabat kepala daerah dilarang untuk membuat kebijakan yang bertentangan dengan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya,” ujar Arie.
Lebih lanjut dia menjelaskan, program smart classroom juga tidak masuk dalam perencanaan dari Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Tegal.
Mengacu pada pedoman penyusunan program perencanaan pembangunan yang dibuat Bapppenas dalam pilar pembangunan sosial, dalam 17 metadata indikator turunannya terkhusus di bidang pendidikan berkelanjutan, tidak pernah menyinggung smart classroom sebagai suatu program nasional yang wajib dilaksanakan.
“Justru yang disinggung dalam pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkelanjutan adalah membangun fasilitas pendidikan yang ramah anak, penyandang disabilitas dan ramah gender serta menyediakan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua,” tandasnya.
Begitu halnya dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2023 tentang standar sarana dan prasarana pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah sebagai landasan hukum.
Arie menyebut bahwa dalam pelaksanaan penyediaan fasilitas serta sarana prasarana sekolah, ini juga tidak menyebutkan satupun frasa dan kalimat tentang kewajiban penyediaan smart classroom sebagai suatu mandatory spending.
“Karena memang Permendikbud ini harus harmoni dengan pedoman penyusunan program perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Bapppenas dalam pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkualitas tersebut dikarenakan ada rumus yang diatur Bappenas dalam penyediaan fasilitas pendidikan,” katanya.
Ditambah lagi menurut program internasional of student assessment (PISA), tingkat minat baca atau literasi kita sangat rendah yaitu peringkat 62 dari 70 negara.
Melihat hal ini justru seharusnya yang menjadi fokus dari pemerintah kota yaitu soal kompetensi kemampuan tenaga pendidik atau guru dalam memberikan bahan ajaran kepada peserta didik yang harus ditingkatkan, bukan smart classroom.
Masih menurut PISA, sambung Arie, Indonesia menempati peringkat ke 72 dari 77 negara soal kualitas pendidikan. Pengamat menilai kompetensi guru yang rendah dan sistem pendidikan yang terlalu kuno menjadi penyebabnya.
“Bagaimana nanti anak-anak kita apabila guru yang mengajari mereka ternyata belum mampu memanfaatkan fasilitas smart classroom tersebut? Justru kualitas tenaga pendidik harus ditingkatkan sebelum program smart classroom tersebut dilaksanakan,” katanya lagi.
Arie mengemukakan, kita harus menyadari soal bagaimana tenaga pendidik masih belum sepenuhnya melaksanakan kinerja sesuai dengan pedoman metode penyampaian bahan ajaran yang diterbitkan Kemendikbud. Termasuk belum melakukan analisis pembelajaran, menyusun rencana pembelajaran semester dengan baik dan melaksanakan tahapan penyusunan rencana pembelajaran yang masih kuno serta masih banyak yang belum menerapkan metode e-learning.
Akibatnya, kemampuan siswa dalam menangkap pembelajaran dengan literasi digital maupun kemampuan untuk menggunakan teknologi seperti komputer dan lain-lainternyata belum efektif berjalan dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
“Kompetensi tenaga pendidik kita memang belum siap dengan percepatan teknologi dan metode pembelajaran yang modern, sehingga peserta didik tidak bisa mencerna dan menyerap bahan ajaran yang disampaikan di dalam kelas,” ucapnya.
Oleh karenanya, Fraksi Golkar meragukan efektifitas program smart classroom dan mendorong agar Pemkot Tegal fokus dalam peningkatan kualitas tenaga pendidik serta mendorong pelaksanaan tour of duty (rotasi) dari seluruh tenaga pendidik di Kota Tegal.
“Tingkatkan kapasitas tenaga pendidik soal metode pembelajaran e-learning supaya terciptanya tenaga pendidik yang kompetitif, adaptif, juga responsif dalam rangka mempersiapkan kompetensi tenaga pendidik yang lebih baik untuk program digitalisasi melalui metode pembelajaran e-learning untuk menunjang SDM Indonesia yang berkualitas khususnya di Kota Tegal, sebagai pondasi yang kuat menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas Arie. **