Tegal  

Fraksi Golkar Soroti Program Smart Classroom

“Justru yang disinggung dalam pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkelanjutan adalah membangun fasilitas pendidikan yang ramah anak, penyandang disabilitas dan ramah gender serta menyediakan lingkungan belajar yang aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua,” tandasnya.

Begitu halnya dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2023 tentang standar sarana dan prasarana pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah sebagai landasan hukum.

Arie menyebut bahwa dalam pelaksanaan penyediaan fasilitas serta sarana prasarana sekolah, ini juga tidak menyebutkan satupun frasa dan kalimat tentang kewajiban penyediaan smart classroom sebagai suatu mandatory spending.

“Karena memang Permendikbud ini harus harmoni dengan pedoman penyusunan program perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Bapppenas dalam pilar pembangunan sosial tentang pendidikan berkualitas tersebut dikarenakan ada rumus yang diatur Bappenas dalam penyediaan fasilitas pendidikan,” katanya.

BACA JUGA :  Ditjen Pajak Jateng Dukung Poltek Harber Perkuat Edukasi Pajak Ke Masyarakat

Ditambah lagi menurut program internasional of student assessment (PISA), tingkat minat baca atau literasi kita sangat rendah yaitu peringkat 62 dari 70 negara.

Melihat hal ini justru seharusnya yang menjadi fokus dari pemerintah kota yaitu soal kompetensi kemampuan tenaga pendidik atau guru dalam memberikan bahan ajaran kepada peserta didik yang harus ditingkatkan, bukan smart classroom.

Masih menurut PISA, sambung Arie, Indonesia menempati peringkat ke 72 dari 77 negara soal kualitas pendidikan. Pengamat menilai kompetensi guru yang rendah dan sistem pendidikan yang terlalu kuno menjadi penyebabnya.

error: