Oleh Mamlu’atun Ni’mah Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pancasakti Tegal
Pemilihan umum merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai sarana mencapai kedaulatan rakyat, mewujudkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang mempunyai legitimasi kuat oleh rakyat. Oleh karena itu, proses pemilu harus jujur, adil, bebas, rahasia, dan demokratis. Sejak ditetapkannya nama-nama calon presiden dan wakil presiden, semua lapisan masyarakat Indonesia ramai-ramai membicarakan calon pemimpin negeri ini baik di kehidupan nyata maupun dunia maya. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih, dengan suara terbanyak didominasi oleh Generasi Z. Generasi Z (Gen Z) adalah istilah untuk mereka yang lahir antara tahun 1996 sampai 2012. Partisipasi mereka sangat berdampak terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia, karena jumlah pemilih muda yang sangat dominan akan mempengaruhi pasangan calon (paslon) dalam membranding dirinya dalam kampanye.
Secara khusus, Gen Z memegang peranan yang sangat penting terhadap pelaksanaan atau hasil pemilu karena generasi ini dikenal melek teknologi digital daripada Gen Milenial (1981-1996) dan Baby Boomer (1965-1980). Oleh karena itu, sistem kampanye untuk menarik suara Gen Z harus lebih kreatif dan inovatif lagi bukan hanya sekedar kampanye klasik melalui pemasangan baliho di jalanan. Ditahun politik seperti ini, generasi muda selalu menjadi rebutan bagi para politikus khususnya calon presiden dan wakil presiden. Mereka akan berusaha mendapatkan suara mayoritas pemilih muda dengan berbagai upaya pendekatan agar mendapatkan atensi atau perhatian.
Saat ini banyak tim kampanye capres dan cawapres yang mulai aktif di media sosial. Upaya ini dilakukan agar mereka dilirik oleh Gen Z dan memunculkan image bahwa partai mereka adalah partai yang melek digital dan mengikuti perkembangan zaman. Pasalnya Gen Z ini identik dengan teknologi digital dan isu global, sehingga hal tersebut akan membawa pengaruh yang sangat besar untuk menentukan arah kepemimpinan di Indonesia.
Namun dengan gampangnya arus penyebaran informasi melalui media sosial, hal ini bisa menjadi penyebab utama disrubsi informasi yaitu terjadinya penyebaran informasi yang tidak benar atau hoax yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Selain itu, terpaan potongan video-video kampanye para capres dan cawapres yang beredar di sosial media menuai banyak pro kontra, hal tersebut membuat para generasi Z ikut andil dalam memberikan opininya terkait isi video tersebut. Cara pandang mereka terhadap pesta politik tahun ini sangat beragam, mereka memiliki strategi tersendiri dalam menentukan pilihannya.
Banyak dari mereka yang memiliki pikiran terbuka atau open minded dan kritis saling memberikan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya penggunaan hak suara dan pengecekan background paslon masing-masing kandidat sebelum menentukan pilihannya agar mereka bisa bijak dalam menentukan pilihan untuk lima tahun kedepan.
Pasalnya suara mereka berdampak besar pada kemajuan bangsa Indonesia kedepan, penting sekali bagi pemilih muda untuk mengenali, mendalami, memeriksa visi misi para calon peserta pemilu. Kendati demikian, hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat mengurangi jumlah pemilih golput dalam pemilu 2024. Sudah saatnya demokrasi di Indonesia mengalami reformasi kembali. Perspektif politik saat ini sudah ketinggalan zaman. Selain itu, dengan dominasi peran generasi Z di ranah digital, politik harusnya bisa dimaknai dengan lebih luas lagi. Namun tentunya, perubahan-perubahan tersebut harus tetap memegang teguh nilai dan norma hukum dalam berpolitik.