Adapun potensi bencana yang harus diwaspadai ke depan (Juni–Desesember 2025) antara lain adanya kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, banjir rob dan gelombang tinggi, angin kencang/puting beliung, gempa bumi dan tsunami.
“Jawa Tengah merupakan salah satu market bencana nasional. Mencari bencana apa saja di Jawa Tengah ada. Ada air yang tidak bisa kita lawan, ada rob yang tidak bisa kita lawan, banjir yang tidak bisa kita lawan,” katanya.
Tingginya bencana di Jateng itu merujuk pada kondisi geologi Jawa Tengah yang terbagi menjadi 7 klasifikasi. Di antaranya Perbukitan Rembang, Zona Randublatung, Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur, Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Progo Barat.
Sementara kondisi topografi meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa bagian tengah, dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah, dan pantai yaitu pantai Utara dan Selatan. Sedangkan kondisi klimatologi Jawa Tengah termasuk tropis dengan curah hujan yang beragam.
Menurut pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Provinsi Jawa Tengah memiliki kelas risiko sedang dengan nilai 99,61.
Ahmad Luthfi menjelaskan, langkah antisipasi bencana salah satunya adalah pencegahan. Misalnya terkait banjir, rob, dan pendangkalan muara bisa dicegah dengan normalisasi sungai dan mageri segoro dengan menanam mangrove sebanyak-banyaknya.
Langkah pencegahan berikutnya adalah mengurangi penggunaan air tanah yang menyebabkan turunnya muka tanah sehingga terjadi abrasi. Dalam hal ini edukasi kepada masyarakat harus dimasifkan.