“Begitu internet menyala, UMKM di sini mulai hidup. Pengunjung bisa membayar nontunai lewat QRIS, promosi wisata lewat Instagram, TikTok, dan YouTube juga lebih lancar. Wisatawan bisa langsung mengunggah dokumentasi perjalanan mereka dari lokasi,” ujarnya.
Ketua Pengelola Wisata Kalitalang, Jainu, mengatakan, sebelum adanya internet, pengunjung khususnya generasi muda sering batal berbelanja di warung atau membeli tiket masuk, karena tidak tersedia pembayaran nontunai atau QRIS.
“Anak-anak muda sekarang datang hanya membawa HP. Begitu ditanya bisa bayar QRIS atau tidak, kalau penjelasannya tidak bisa, mereka langsung pergi. Setelah ada Wi-Fi, kondisinya berubah,” ujarnya.
Data pengelola mencatat, jumlah kunjungan pada 2024 sekitar 59.000 wisatawan. Namun, sejak dipasang internet pada 2025, data kunjungan hingga September 2025 jumlah sudah menembus 125.000 orang. Rata-rata kunjungan harian pada hari kerja 200–300 orang, sementara akhir pekan bisa mencapai 1.500–1.700 orang.
“Wisatawan betah lebih lama, mampir ke warung, tambah kopi, tambah makan. Dampaknya terasa sekali bagi warga,” kata Jainu.
Selain mendukung transaksi digital, internet juga membantu pengelolaan wisata di kawasan rawan bencana Merapi. Melalui jaringan Wi-Fi, pengelola maupun masyarakat dapat mengakses informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) yang diperbarui tiap enam jam.
“Kalau ada kondisi darurat, kami bisa cepat menginformasikan kepada pengunjung,” ujarnya.
Wisatawan mancanegara asal Pakistan, Fazli, yang datang bersama rekannya dari Malaysia, mengaku lebih nyaman berkunjung karena adanya fasilitas Wi-Fi.