Oleh Putri Marlina Nur Utami, Mahasiwa Jurusan Ilmu Komunikasi Univesitas Pancasakti Tegal
Kesehatan mental mengacu pada kesejahteraan psikologis seseorang. Hal ini melingkupi aspek-aspek seperti kemampuan seseorang dalam mengatasi gangguan stres, menciptakan hubungan interpersonal yang sehat, mengambil keputusan, mengelola emosi, dan memberikan kontribusi positif pada masyarakat. Kesehatan mental bukan hanya memiliki arti tidak mempunyai gangguan mental, tetapi juga kemampuan seseorang untuk merasa bahagia, bermakna, dan mencapai potensi yang maksimal.
Seiring dengan berjalannya waktu pertumbuhan emosional mahasiswa semakin meningkat, maka dari itu saat ini kesehatan mental menjadi banyak perhatian, terlebih pada genersi Z. Banyak generasi Z yang merasa kesehatan mentaal nya terganggu salah satu contohnya adalah, dengan adanya dosen galak atau sering disebut dengan sebutan “dosen killer”. Hampir diseluruh universitas memiliki dosen dengan penyebutan dosen killer. Maka dari itu istilah dosen killer sangat tidak asing bagi mahasiswa.
Dosen killer merupakan salah satu yang berpengaruh terhadap kesehatan mental para mahasiswa. Mahasiswa yang sedang berhadapan dengan dosen killer bisa meningkatkan rasa stres dan kecemasan yang tinggi, serta dapat membuat mahasiswa tidak percaya diri. Interaksi antara mahasiswa dengan dosen “killer” ketika pembelajaran itu berlangsung dapat mengurangi rasa konsentrasi dan merasa tidak puas dengan hasil pembelajaran tersebut dikarenakan diliputi rasa takut ketika sedang berhadapan.
Dosen killer dikenal dengan pengajaran yang menekankan pada kesalahan dan kelemahan mahasiswa dari pada mengembangkan potensi yang dimiliki oleh mahasiswa. Sering memberi kritik yang tidak membangun mahasiswa dapat menurukan rasa percaya diri mahasiswa. Dosen killer juga menerapkan standart yang tinggi pada mahasiswa, serta memberikan tekanan pada akademis yang berlebihan sehingga membuat para mahasiswa menjadi “down”.