Ia juga menyoroti pentingnya pemutakhiran data atas sertifikat lama (KW-456) yang diterbitkan antara tahun 1960 hingga 1997 tanpa peta kadastral.
Menteri meminta kepala desa dan camat aktif menyosialisasikan kepada masyarakat untuk melakukan pembaruan data ke kantor pertanahan, tanpa pungutan biaya.
“Satu bidang tanah hanya boleh dimiliki satu subjek hukum. Jangan sampai satu objek dimiliki oleh dua orang karena kelalaian administratif,” tambahnya.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menyambut baik pencanangan Gemapatas 2025. Ia menekankan persoalan pertanahan bukan semata teknis, tetapi menyangkut kepastian hukum, stabilitas sosial, dan keberlanjutan pembangunan.
Menurutnya, masih marak terjadi konflik horizontal, mafia tanah, hingga duplikasi kepemilikan akibat batas yang tidak jelas.
“Di kampung-kampung kita masih sering temui batas tanah hanya ditandai dengan grumbul, jembatan, atau parit. Lebih parah lagi, tanahnya tidak dirawat, saksi-saksi yang dulu mengetahui batasnya pun sudah tidak ada. Ketika muncul warkah atau transaksi tanah, konflik pun tak terhindarkan,” ujar Ahmad Luthfi.
Luthfi menegaskan Pemprov Jateng siap mendukung penuh program Gemapatas.
“Ini bukan sekadar program seremonial, tapi gerakan nyata untuk mendorong masyarakat mengamankan asetnya. Kami akan menggerakkan seluruh bupati dan wali kota se-Jateng agar kampanye ini benar-benar menyentuh hingga ke level desa,” jelasnya.
Kegiatan Gemapatas ini pun mendapat respon positif dari warga. Apalagi di Desa Candingasinan ini ditargetkan mencapai 700 bidang terdaftar PTSL.
“Setuju, sebabnya apa ke depan tidak ada masalah mengenai batas tanah atau pekarangan atau sawah. Masyarakat tenang dan tidak ribut,” Sri Muwarti, salah seorang warga yang ikut dalam kegiatan tersebut.