TEGAL – Jalan Kapten Sudibyo, Kota Tegal, yang memiliki panjang sekitar 1,5 kilometer sekilas terlihat biasa saja, seperti ruas jalan protokol pada umumnya yang ramai dengan lalu-lalang kendaraan.
Namun siapa sangka, di balik riuh dan hiruk pikuk aktivitas masyarakat itu tersimpan sejarah di masa lalu.
Penamaan jalan protokol itu dipilih sebagai bentuk penghormatan, sekaligus untuk mengabadikan perjuangan Kapten Soedibjo atau Sudibyo, dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Sudibyo merupakan anggota Badan Perjuangan Laskar Rakyat Tegal, yang kemudian bergabung dalam Biro Perjuangan Batalyon BPD XXIII Karesidenan Pekalongan di Tegal.
Jabatan terakhirnya adalah Komandan Kompi dan pangkatnya disesuaikan menjadi Kapten DKD (Dewan Kelaskaran Daerah).
Dalam buku ‘Tegal Berjuang’ yang disusun Sertu Purn Angkatan Darat, H. Ahmad – November 1986, menceritakan betapa gagah beraninya Kapten Sudibyo, seorang pemuda asal Desa Tunon (saat ini Kelurahan Tunon, Kecamatan Tegal Selatan), dalam melawan Belanda saat melancarkan Agresi Militer untuk kembali menguasai Indonesia.
Masih teringat betul dalam memori H. Sisdiono, putra dari Sertu Purn Angkatan Darat, H. Ahmad, betapa heroiknya cerita Kapten Sudibyo yang saat itu menjadi pejuang muda berusia sekitar 24-25 tahun.
Setelah agresi Belanda I, Kapten Sudibyo diangkat sebagai Komandan Sub Sektor S/ Parikesit yang merupakan pertahanan daerah Kota Tegal bagian Barat.
Karena letak basis perjuangannya berada di kota, taktik gerilya yang diterapkan pasukan ini lain dengan rekan-rekannya yang bergerak di daerah pedalaman.
Pada siang hari, seluruh anggota pasukan Sub Sektor S menyembunyikan senjatanya. Mereka kemudian menyamar sebagai rakyat biasa.
Ada yang menjadi petani dan pergi ke sawah, ada pula yang menyamar sebagai pedagang dan pergi ke kota melihat-lihat situasi. Keadaannya akan berlainan di malam hari, mereka garang dengan senjata di tangan.
Mereka tidak segan-segan menculik dan membunuh para mata-mata dan kaki Belanda. Karena hukuman yang layak bagi seorang penghianat di masa perang adalah ditembak mati.
Dalam memimpin Sub Sektor S, Kapten Sudibyo dibantu oleh Pembantu Letnan Dua (PLTD) Suyono, dari ALRI Pangkalan IV sebagai wakil.
Dua orang ini memimpin laskar dan para gerilya di daerah Tegal bagian Barat sampai ke perbatasan Brebes.
Dalam melakukan aksinya, Kapten Sudibyo beserta anak buahnya sangat ditakuti oleh Belanda. Hampir setiap malam dia melakukan penyergapan patroli Belanda.
Demikian beraninya para laskar rakyat itu sampai-sampai mengadakan penyergapan di perempatan Kemandungan terhadap pos polisi Belanda. Dua orang polisi Belanda berhasil dibunuh. (**)