- Dapat Memahami Budaya Orang Lain
TEGAL, smpantura – Rektor Universitas Pancasakti (UPS) Tegal, Dr Taufiqulloh MHum mengatakan, kebebasan di kampus, perlu didukung dengan pendidikan moderasi beragama. Karena itu dapat menjadi salah satu upaya mencegah gerakan radikalisme yang antidemokrasi dan anti Pancasila.
Dia pun menegaskan, kampus harus bebas dari radikalisme. Karena kampus adalah dunia bebas. Baik untuk berpendapat dan berfikir maupun beragama. Selain itu, dia juga menegaskan pentingnya pendidikan multikultural dalam moderasi beragama lintas budaya.
Pentingnya toleransi beragama dalam meningkatkan pendidikan moderasi beragama yang berkolaborasi dengan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM).
“Dengan adanya moderasi beragama kita dapat memahami budaya orang lain. Kita berkomitmen menjaga toleransi dan berkompromi dengan perbedaan,” terang Taufiqulloh, saat menjadi keynote speaker diskusi bertajuk ‘Literasi Sastra dan Moderasi Beragama’.
Diskusi yang digagas Yayasan Pendidikan Pancasakti (YPP) Universitas Pancasakti (UPS) Tegal, digelar di Aula Yayasan dan dihadiri lebih dari 100 peserta.
Mulai dari seniman, sastrawan, mahasiswa, penggiat literasi, tokoh masyarakat dari enam agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Tegal, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
“Kami mendukung penuh dan berharap budaya Tegalan bisa menjadi salah satu keunggulan dan mercusuarnya UPS,” ucap Sekretaris YPP Dr Suyono, berkait dengan diskusi itu.
Selain Rektor UPS Tegal yang menjadi pembicara kunci, diskusi juga menghadirkan Sastrawan, Ulama dan Guru Besar UIN Saefudin Zuhri Purwokerto, Prof Dr KH Abdul Wachid BS SS MHum dengan materi ‘Moderasi Beragama Melalui Literasi Sastra Indonesia di Pondok Pesantren’.
Pembicara lainnya adalah budayawan dan penyair Pantura Barat Jateng, Atmo Tan Sidik, yang menyajikan materi ‘Menggugat Nasab Literasi Sastra Tiga Daerah’.
Cukup menarik apa yang dibeberkan Atmo Tan Sidik. Dia banyak menyajikan literasi sejarah susastera berbagai daerah di tanah air. Mulai dari kelahiran tagline daerah seperti Brebes, Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang, juga merunut doa dengan bahasa sastera yang dinilainya cukup indah.
Lima Hal
Sementara itu, Abdul Wachid BS membeberkan lima hal penting, berkait dengan peran maupun aktualisasi Sastra Indonesia, yang cukup diyakini, telah mampu memperkuat kerukunan kehidupan beragama di tanah air.
Pertama adalah sastra Indonesia memperluas perspektif tentang agama dengan menyajikan cerita dan tokoh, dari berbagai latar belakang agama.
Kedua, sastra Indonesia mencitrakan kehidupan beragama yang moderat dengan menggambarkan karakter-karakter yang menghargai perbedaan dan mendorong dialog antarumat beragama.
Ketiga, sastra Indonesia mendorong empati dan pemahaman antarbudaya dengan mengangkat isu-isu kehidupan yang kompleks.
Keempat, sastra Indonesia menggali nilai-nilai agama dengan pendekatan budaya, sehingga santri dapat memahami penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata.
“Kelima, melalui prosa dan puisi, sastra Indonesia menginspirasi dan mendorong refleksi diri santri dalam memahami praktik moderasi beragama,” terangnya.
Dalam diskusi tersebut, juga dikaji tentang sastra profetik yang merupakan pemikiran dari Prof Dr Kuntowijoyo. Intinya, sastra profetik merujuk pada pemahaman dan penafsiran kitab-kitab suci, atas realitas dan memilih epistemologi strukturalisme transendental.
Epistemologi disebut strukturalisme transendental. Karena kitab-kitab suci itu transendental. Sebab merupakan wahyu dari Yang Maha ‘Transenden’, yang abadi.
Kitab-kitab suci juga transendental melampaui zamannya, sebab meskipun sudah tua umurnya, tapi masih dipergunakan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman. (T02-Red)