Kebebasan Kampus, Perlu Moderasi Beragama

Pembicara lainnya adalah budayawan dan penyair Pantura Barat Jateng, Atmo Tan Sidik, yang menyajikan materi ‘Menggugat Nasab Literasi Sastra Tiga Daerah’.

Cukup menarik apa yang dibeberkan Atmo Tan Sidik. Dia banyak menyajikan literasi sejarah susastera berbagai daerah di tanah air. Mulai dari kelahiran tagline daerah seperti Brebes, Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang, juga merunut doa dengan bahasa sastera yang dinilainya cukup indah.

Lima Hal

Sementara itu, Abdul Wachid BS membeberkan lima hal penting, berkait dengan peran maupun aktualisasi Sastra Indonesia, yang cukup diyakini, telah mampu memperkuat kerukunan kehidupan beragama di tanah air.

Pertama adalah sastra Indonesia memperluas perspektif tentang agama dengan menyajikan cerita dan tokoh, dari berbagai latar belakang agama.

BACA JUGA :  Optimalkan Hasil Penelitian, P3M Gelar Workshop Paten

Kedua, sastra Indonesia mencitrakan kehidupan beragama yang moderat dengan menggambarkan karakter-karakter yang menghargai perbedaan dan mendorong dialog antarumat beragama.

Ketiga, sastra Indonesia mendorong empati dan pemahaman antarbudaya dengan mengangkat isu-isu kehidupan yang kompleks.

Keempat, sastra Indonesia menggali nilai-nilai agama dengan pendekatan budaya, sehingga santri dapat memahami penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata.

“Kelima, melalui prosa dan puisi, sastra Indonesia menginspirasi dan mendorong refleksi diri santri dalam memahami praktik moderasi beragama,” terangnya.

Dalam diskusi tersebut, juga dikaji tentang sastra profetik yang merupakan pemikiran dari Prof Dr Kuntowijoyo. Intinya, sastra profetik merujuk pada pemahaman dan penafsiran kitab-kitab suci, atas realitas dan memilih epistemologi strukturalisme transendental.

error: