SLAWI, smpantura – Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Porapar) Kabupaten Tegal melakukan studi tiru pengembangan ekonomi kreatif di Kota Solo atau Surakarta, Jumat (20/12/2024) lalu.
Dalam kunjungannya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, rombongan yang dipimpin Kepala Dinas Porapar Akhmad Uwes Qoroni diterima oleh Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Ekonomi Kreatif Satmaka di Grha Wisata Niaga.
Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam itu dimanfaatkan untuk berdiskusi terkait strategi dan kebijakan Pemkot Surakarta dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Satmaka menyebutkan, sebagai destinasi unggulan untuk kegiatan meeting, incentive, conference and exhibition (MICE), Kota Solo kerap menggelar berbagai event mulai tingkat nasional dan internasional.
Sebagai dukungan kepada pelaku ekraf, Pemkot Surakarta setiap tahun menyusun agenda event. Hal itu dilaksanakan sejak 2009 silam. “Agenda event sebagai pengingat bagi penyelenggara,” jelasnya.
Satmaka membeberkan, berbagai event yang digelar di Solo, sebagian besar merupakan inisiatif masyarakat dan dilaksanakan secara swadaya dengan kolaborasi komunitas. Kendati demikian, event berhasil mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah termasuk wisatawan mancanegara.
Dalam paparannya, ia membeberkan upaya, kebijakan dan inovasi yang dilakukan Pemkot Surakarta untuk melestarikan Wayang Orang Sriwedari yang usianya sudah 114 tahun. Berbagai inovasi dan promosi dilakukan sehingga kesenian ini mendapat hati di kalangan masyarakat lokal maupun luar daerah. Dalam sehari, pertunjukan ini ditonton ratusan orang, bahkan bisa mencapai 700 penonton dengan harga tiket masuk Rp 20.000.
Namun untuk mengembangkan ekraf di kota ini, pemerintah juga menghadapi kendala. Dengan jumlah penduduk 587.646 jiwa dan usaha ekraf yang terbatas, mencari pelaku ekraf bukan hal yang mudah.
Diskusi dilanjutkan dengan kunjungan ke Museum Radyapustaka yang tak jauh dari Grha Wisata Niaga. Di Museum Radyapustaka ini wisatawan bisa belajar mengenal Sejarah dan perkembangan budaya Kota Solo. Museum ini berdiri atas inisiasi Patih K.R.A. Sosrodiningrat IV pada 1890. Museum ini menjadi salah satu museum tertua di Indonesia.
Perjalan studi tiru dilanjutkan ke Gedung Sentra IKM Kreatif Semanggi Harmoni. Selain melihat aneka kerajinan yang dihasilkan para perajin batik, fashion, wayang kulit, kain lukis, juga diskusi dengan Kepala UPTD Pengelolaan Sentra Industri Kecil Menengah Kota Surakarta Sri Hening Widyastuti dan pendiri Rumah Karnaval Indonesia Heru Mataya.
Heru yang kerap menggarap event festival besar menuturkan, sebuah festival harus punya dampak bagi pelaku ekraf di sekitar. “Kerjakan yang sungguh-sungguh, jangan terjebak rutinitas. Di Indonesia ada sekitar 3.000 festival. Harapan kami di Kabupaten Tegal ada satu atau dua festival besar yang digarap serius,”sebutnya.
Dari perjalanan studi tiru di kota yang terkenal dengan budaya Jawa sangat kental ini, beberapa menginspirasi dan dapat ditiru oleh Kabupaten Tegal.
Kepala Dinas Porapar Kabupaten Tegal Akhmad Uwes Qoroni menuturkan, beberapa aspek yang dapat ditiru Kabupaten Tegal, diantaranya terkait pengelolaan sentra industri kreatif. Di Solo sentra-sentra industri kreatif seperti Batik Laweyan dan Batik Kauman dikelola sebagai destinasi wisata budaya dan pusat ekonomi kreatif menjadi daya tarik wisatawan.
Kemudian, kolaborasi pemerintah dengan pelaku usaha. “Pemerintah Kota Solo sering memberikan dukungan kepada pelaku ekonomi kreatif melalui, fasilitas permodalan, pameran produk dan program pelatihan seperti marketplace dan media sosial. Strategi digitalisasi ini bisa ditiru untuk memperluas pasar.
Selain itu, penyelenggaraan acara kreatif. Solo rutin mengadakan acara seperti Solo Batik Carnival, Solo International Performing Arts (SIPA), dan berbagai festival lainnya. Acara-acara ini menarik wisatawan sekaligus mempromosikan produk lokal. Hal lain yang dapat ditiru yakni pemberdayaan komunitas kreatif, yang menciptakan ekosistem kreatif yang saling mendukung, konservasi dan inovasi budaya.
Uwes menuturkan, Solo berhasil menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan inovasi modern, seperti membuat batik dengan desain kontemporer atau memadukan seni tradisional dengan media baru.
Kota tersebut juga memiliki fasilitas dan infrastruktur pendukung, seperti Creative Hub dan coworking space yang dirancang untuk mendukung pelaku ekonomi kreatif. Selain itu, Solo memiliki branding yang kuat sebagai kota budaya dan kreatif. “Strategi branding ini bisa ditiru untuk mempromosikan potensi daerah lain,”tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Porapar Kabupaten Tegal, Joko Sunarto menambahkan, hal yang dapat ditiru dari Kota Solo adalah pengembangan ekonomi kreatif terutama keterlibatan pemerintah dalam usaha pengembangan 17 sub sektor ekraf. Selain itu juga pembelajaran pencapaian Kota Solo sebagai kota kreatif dunia. **