Ketika Kita Mengabaikan Alam

Oleh : Syamsul Maarif

• Desa Sridadi: Laporan menunjukkan kerusakan ringan hingga sedang akibat pergerakan tanah.

• Desa Mlayang: Khususnya di Dukuh Jatiteken dan Siroyom, pergerakan tanah menyebabkan 12 rumah retak dan jalan antardukuh terputus.

Akar Masalah—Deforestasi dan Eksploitasi Air

Deforestasi menjadi faktor utama di balik kerapuhan struktur tanah di Sirampog. Perubahan fungsi hutan menjadi kebun sayur dan ladang pertanian monokultur menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi yang berfungsi sebagai penahan air dan pengikat tanah.

Eksploitasi air pun memperburuk situasi. Ribuan pipa paralon dan selang menjulur dari mata air menuju lahan-lahan pertanian hortikultura. Pengambilan air secara besar-besaran, tanpa kendali dan tanpa pendekatan konservasi, menyebabkan tekanan pada ekosistem pegunungan.

Lahan-lahan miring yang seharusnya menjadi zona lindung justru berubah menjadi ladang produksi. Sistem irigasi alami digantikan dengan jaringan pipa yang tidak memperhitungkan kapasitas resapan. Air hujan yang turun deras tidak lagi diserap, tetapi langsung mengalir ke bawah, membawa serta material tanah dan menyebabkan longsor.

BACA JUGA :  Bijak dalam Menggunakan Uang di Akhir Tahun

Kegagalan Tata Kelola dan Minimnya Mitigasi

Pemerintah daerah telah menyusun sejumlah regulasi terkait kawasan rawan longsor. Namun implementasi di lapangan masih minim. Minimnya pemetaan mikro daerah rawan bencana menyebabkan tidak adanya early warning system berbasis komunitas.

Di sisi lain, kurangnya pendampingan terhadap petani membuat pilihan ekonomis jangka pendek tetap menjadi prioritas, meski harus mengorbankan keselamatan jangka panjang.

Tidak ada regulasi yang tegas terkait batas pemanfaatan air dan larangan bercocok tanam di lereng curam.

error: