TEGAL, smpantura – DPC PDI Perjuangan Kota Tegal, melalui desk pilkada melakukan safari politik ke sejumlah partai politik (parpol) dan organisasi Islam, menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 Kota Tegal.
Salah satu agenda safari politik itu, menjalin silaturahmi dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tegal, baru-baru ini.
Hal itu dilakukan, karena PDI Perjuangan mengganggap bahwa kedua organisasi Islam ini memiliki basis kesejarahan dalam proses berdirinya bangsa dan negara.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tegal, H Edy Suripno mengatakan, dengan melihat situasi di Kota Tegal saat ini, dapat dijadikan kontemplasi terhadap perjalanan pemerintahan 10 tahun terakhir.
Maka, sejatinya PDI Perjuangan ingin menyampaikan bahwa seluruh masyarakat memiliki tanggungjawab sosial untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.
“Kita semua bertanggungjawab untuk menghadirkan pemerintahan yang bisa mengayomi, melayani dan menyejahterakan,” jelasnya saat ditemui di Gedung DPRD Kota Tegal, Kamis (16/5).
Dengan safari politik itu, Uyip demikian dia akrab disapa, ingin membangun kesadaran seluruh masyarakat, yang dalam waktu dekat akan memilih wali kota dan wakil wali kota Tegal.
Seyogyanya, sambung Uyip, saat kita memilih, maka masyarakat dapat menggunakan atau menjadi pemilih yang bertanggungjawab. Minimalnya masyarakat juga tahu atau mengerti, bahwa pilihannya itu akan berdampak terhadap baik dan buruknya pemerintahan Kota Tegal atau nasib Kota Tegal.
Adapun kontemplasi yang kemudian disampaikan adalah sudah saatnya putra daerah memimpin daerahnya sendiri. Sudah waktunya kesempatan diberikan kepada putra daerah, sejalan dengan otonomi daerah, pascareformasi 30 tahun berjalan dan enam kali Pemilu diadakan.
“Masa iya Kota Tegal tidak bisa menghadirkan kepemimpinan yang dia berangkat dari Kota Tegal? Dia asli orang Kota Tegal,” tegas Uyip.
Hal itu dianggap sangat penting, mengingat persoalan kedekatan antar pemimpin dengan yang dipimpin atau yang memilih dengan yang dipilih, menjadi bounding (kedekatan) yang kuat, sehingga ada rasa dalam kepemimpinannya.
“Dia (pemimpin terpilih) bekerja berdasarkan aspirasi masyarakatnya dan bukan berdasarkan keinginannya sendiri,” jelasnya.
Kontemplasi berikutnya, Uyip mengingatkan parpol yang memiliki tanggungjawab dan berfungsi sebagai kawah candradimuka. Di mana partai yang sehat, adalah partai yang bisa melaksanakan proses kaderisasi, sehingga di dalam pemilihan, partai itu bisa menjagokan kadernya sendiri.
“Jika kemudian ada parpol yang melakukan impor atau ada calon yang datang dari luar, maka itu bisa menggambarkan bahwa partai itu tidak sehat dan partai itu tidak memiliki kader yang handal, sehingga partai itu harus mengambil orang dari luar. Maka partai itu fungsinya gagal dalam fungsi kaderisasi,” tandasnya.
Kepada NU, Muhammadiyah dan komponen masyarakat se-Kota Bahari, PDI Perjuangan berharap, 10 tahun terakhir menjadi pelajaran dan momen untuk mengembalikan pemerintahan yang dapat bekerja secara maksimal.
Menurut Uyip, tidak sedikit potensi yang belum dikerjakan, termasuk hal-hal ketimpangan sosial yang harus diurus serta ketidakadilan dalam proses pengurusan hak-hak masyarakat yang harus dipenuhi, seperti pendidikan, kesehatan dan rumah tidak layak huni.
“Itupun juga banyak aturan-aturan yang tidak memiliki landasan emosional dan landasan falsafah yang jelas. Inilah yang kemudian perlu kita bedah dalam kebijakan pemerintahan yang akan datang,” pungkasnya.
Dalam penuturannya, Uyip mengingatkan pentingnya kita menghadirkan pemilihan kepala daerah yang akan digelar.
“Saatnya wong Tegal memimpin,” tegasnya. (T03_Red)