TEGAL, smpantura – Perkembangan fintech di Indonesia, sekarang bak jamur di musim hujan. Teknologi finansial atau Financial technology (Fintech) merupakan teknologi keuangan yang memudahkan transaksi keuangan dan layanan.
Data dari United Overseas Bank (UOB) menunjukkan sekitar 30 persen lebih perusahaan di Indonesia, telah menggunakan fintech. Adanya fintech, memudahkan user perusahaan, dalam melakukan seluruh transaksi keuangan.
Bagi konsumen sendiri, adanya fintech memiliki banyak keuntungan, yaitu mudah diakses, banyak opsi, ragam harga, dan variasi pilihan produk.
Namun, ironinya kemudahan akses fintech tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang mumpuni. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data terbaru, bahwa literasi keuangan penduduk Indonesia berada di angka 49,68 persen, masih dalam kategori rendah.
Gap ini akan memiliki efek negatif bagi para penggunanya. Literasi keuangan yang kurang memadai, akan mendorong keputusan finansial yang kurang bijak, seperti mengambil utang tanpa memperhitungkan risiko bunganya, berinvestasi tanpa memperhatikan resiko kerugiannya.
Selanjutnya, pemahaman tentang produk layanan fintech, yang tidak komprehensif juga, menyebabkan pengguna rentan terhadap penipuan dan kehilangan dana.
Literasi keuangan, menjadi hal yang penting di sini. Literasi berbeda dengan pembelajaran. Literasi membuat kita memahami secara aplikatif terhadap pengelolaan keuangannya.
Pendidikan terhadap literasi keuangan, harus dibudayakan kepada semua kalangan. Karena fintech dapat diakses oleh siapapun.
Seluruh lapisan masyarakat, harus diberi pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan, produk-produk keuangan, serta risiko dan benefit menggunakan fintech.


